REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR, Nabil Haroen meminta masyarakat tidak memberikan stigma terhadap tenaga medis yang merawat pasien wabah virus corona (Covid-19). Menurutnya, para tenaga medis seharusnya mendapat penghargaan bukan diperlakukan buruk.
"Itu jahat menurut saya orang yang memberikan stigma pada tenaga medis," kata Anggota Komisi IX DPR RI Nabil Haroen pada Republika.co.id, Rabu (25/3).
Menurutnya, pemberian stigma negatif pada tenaga medis seharusnya tidak perlu ada di tengah kesulitan menghadapi wabah Covid-19 ini. Politikus PDIP ini menegaskan, tidak logis jika stigma negatif justru dibebankan pada para tenaga medis.
Pemberian stigma negatif pada pasien Covid-19 saja tidak diperbolehkan, apalagi pada para tenaga medis. Ia mengingatkan, tenaga medis adalah garis terdepan yang menghadapi penyakit, terutama dalam penanganan Covid-19 ini.
"Jadi kalau ada orang yang berstigma negatif pada tenaga medis, berarti orangnya tidak waras. Karena siapa yang mau menolong. Mereka (medis) mau menolong dengan APD yang minim saja sudah bersyukur lho," ujarnya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa NU ini juga menyebut, para pemberi stigma pun harus ingat bahwa bila mereka terjangkit Covid-19, maka tenaga medislah yang terdepan dalam menangani mereka. "Sekarang kalau yang membuat stigma itu suatu saat terkena Covid-19 siapa yang mau rawat mereka," katanya.
Nabil menambahkan, justru para tenaga medis harus diberi penghargaan. Terlebih mereka yang sampai kehilangan nyawa dalam menghadapi Covid-19 ini. Ia mengusulkan ke Presiden RI Joko Widodo, agar para tenaga medis yang berjuang di front-line mendapatkan perhatian dan penghargaan setinggi-tingginya berupa tanda jasa kehormatan atau lainnya.
"Sudah selayaknya mereka mendapatkan penghargaan dari negara, atas dedikasi, perjuangan dan pengabdiannya di tengah pandemik Covid-19," ujar Nabil.
Cerita soal stigma negatif pada para tenaga medis ini diungkapkan oleh Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia Harif Fadhilah. Ia bahkan mengaku mendengar kabar ada tenaga kesehatan terpaksa keluar dari kosan-nya.
"Mengenai stigma, saya baru mendapatkan informasi bahwa ada yang diusir dari kos. Itu tidak hanya terjadi pada perawat melainkan dokter juga," ujar di saat dihubungi Republika.co.id, Senin (23/3).