REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto memastikan tak akan sembarangan dalam mendatangkan alat rapid test untuk pengujian massal Covid-19 bagi masyarakat. Pemerintah sudah menetapkan standar prosedur pengadaan alat rapid test.
Yuri mengungkapkan hal tersebut saat mengomentari kasus di Spanyol terkait kerusakan kit rapid test usapan nasofaring yang didatangkan dari China. Pemerintah kota Madrid, Spanyol dilaporkan menyetop pemakain alat rapid tes produksi Shenzhen Bioeasy Biotechnology yang belakangan ditemukan hanya memiliki akurasi sekitar 30 persen itu.
Padahal, rapid test disyaratkan harus dapat memiliki akurasi 80 persen, seperti yang dijanjikan Bioeasy. Koran Spanyol El País mengabarkan, pemerintah kota Madrid menyetop pemakaian kit rapid test tersebut dan mengembalikannya ke pemasok.
"Kalau barangnya jelek ya enggak dipakailah. Kan ada tanggal kadaluarsanya, standarnya, kan semua dilihat dulu. Kalau tahu alatnya jelek ngapain dibeli," kata Yuri pada Republika.co.id, Sabtu (28/3).
Pemerintah Spanyol selanjutnya meminta Shenzhen Bioeasy mengganti pasokan tes kit tersebut. Jumlah pesanan rapid tes Spanyol mencapai 340 ribu unit. Dana yang dikucurkan Spanyol di angka 432 juta euro untuk memesan berbagai peralatan medis dari Cina.
"Mekanisme di sini ketat agar kasus di Spanyol tak terulang disini," ujar Yuri.
Pemerintah sedang mendistribusikan 500 ribu alat rapid test ke seluruh provinsi di Indonesia. Namun, rapid test bukanlah untuk diagnosis, melainkan penelusuran terhadap kasus positif corona melalui tes serologi yang mendeteksi reaksi antibodi.
Itu artinya, ketika seseorang dinyatakan negatif, maka belum tentu bebas Covid-19. Bisa saja, virus sedang berproses untuk menimbulkan gejala penyakit. Pasien perlu menjalani pemeriksaan ulang di hari ke tujuh berikutnya supaya mendapat kepastian.
"Sudah dibagikan lebih dari 500 ribu (rapid test), sudah ada di dinkes provinsi masing-masing, akan terus lanjut sampai target sejuta rapid test," ucap Yuri.