Sabtu 28 Mar 2020 00:25 WIB

Kit Rapid Test Ada di Toko Daring, Aman untuk Dibeli?

Kit rapid test mulai marak diperdagangkan di toko daring.

Rapid Test (Ilustrasi). Kit rapid test mulai marak diperdagangkan di toko daring.
Foto: AP Photo/John Minchillo
Rapid Test (Ilustrasi). Kit rapid test mulai marak diperdagangkan di toko daring.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belakangan, orang yang khawatir terpapar virus corona tipe baru banyak yang tergerak untuk mencoba untuk memeriksakan diri lewat kit rapid test. Terlebih, alat uji cepat itu mulai ramai ditawarkan di toko daring.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Dr dr Ari Fahrial Syam SpPD KGEH MMB menyarankan agar masyarakat waspada terhadap rapid test yang beredar dari pasaran. Ia merekomendasikan warga untuk mendapatkan layanan rapid test yang resmi dari pemerintah.

Baca Juga

"Alat rapid test keandalannya tergantung sensitivitas dan spesifitas, akurasi dari alat itu harus terjamin,” ungkapnya.

Ari berharap, ada rapid test Covid-19 buatan lokal yang dikembangkan. Kitnya dapat berasal dari dari antigen pasien yang diisolasi di Indonesia.

Menurut Ari, di Indonesia, rapid test diutamakan untuk screening kelompok orang dalam pemantauan (ODP) yang sudah memiliki gejala demam dan batuk-pilek dan Pasien dalam Pengawasan (PDP) yang ada demam dan sesak napas. Rapid test juga dilakukan pada orang yang pernah melakukan kontak dengan suspect atau orang yang sudah positif terkonfirmasi Covid-19.

"Ini yang harus menjadi prioritas utama, masyarakat umum yang tidak masuk ODP dan PDP bukanlah prioritas,” ujarnya.

Rapid test memang bisa dikerjakan secara mandiri di rumah. Cara kerja alatnya mirip seperti tes gula darah. Sumber sampelnya dari darah.

"Anda cukup meneteskan darah pada kit, nanti akan ketahuan apakah positif atau negatif," jelas Ari.

Selanjutnya, proses pengujian lebih mirip dengan tes kehamilan. Sampel darah dimasukkan ke kit, kemudian sampel akan terserap.

"Kalau memang di dalam darah mengandung antibodi, nanti kit akan bereaksi menghasilkan warna yang menujukkan reaksi antigen, antibodi. Ini melihat IgG/IgM, bila salah satu atau keduanya tampak, maka positif. Bila tidak ada keduanya, maka negatif," papar Ari.

Ketika hasil rapid test negatif, orang belum bisa disimpulkan tidak terinfeksi virus corona tipe baru. Menurut Ari, dalam keadaan asimptomatik, imunoglobinnya belum terdeteksi. Karena itu, ketika hasilnya negatif, namun Anda pernah kontak dengan positif Covid-19, maka masih harus menunggu dua pekan untuk pengujian kedua demi mendapatkan hasil yang lebih akruat.

"Saat diperiksa IgM negativf dan IgG negatif, namun pasien ada riwayat kontak, dia ini sebenarnya positif. Dia masih dalam masa periode. Sudah masuk masa inkubasi, namun belum ada gejala. Di masa ini, masih negatif, namun dia sebenarnya masih dalam perjalanan menuju ke situ,” jelasnya.

Ketika deteksi IgM sudah muncul, namun IgG negatif, pasien kemungkinan berada di fase awal infeksi. Ketika muncul dua-duanya, IgM dan IgG, pasien dalam fase infeksi aktif.

Sementara itu, ketika IgM negatif dan IgG positif, pasien kemungkinan tengah menjalani fase akhir infeksi. Itu artinya, bisa jadi ia sudah sembuh atau terjadi infeksi berulang.

"Lebih bagus lagi, cocokan dengan PCR,” paparnya.

Ketika hasil rapid  test positif dan pasien masuk kategori PDP, Ari menyarankan untuk mengonfirmasikannya dengan uji molekuler. Dengan pemeriksaan molekuler secara langsung bisa dipastikan bahwa di tubuh pasien memang ada virus atau tidak.

Tak direkomendasikan

Sementara itu, Kementerian Kesehatan Malaysia (KKM) menyarankan masyarakatnya tidak menggunakan rapid test kit (RTK) yang kini beredar di pasaran untuk mendeteksi Covid-19. Sebab, RTK hanya mendeteksi antibodi dalam tubuh.

"Untuk informasi, ujian laboratorium yang dilakukan di fasilitas kesehatan pemerintah bagi mendeteksi infeksi Covid-19 adalah dengan menggunakan teknik real-time reverse transcription-polymerase chain reaction (rRT-PCR)," kata Dirjen Kesehatan Malaysia, Dr Noor Hisham Abdullah, di Putrajaya, Selasa (24/3).

Dia mengatakan, teknik rRT-PCR yang dijalankan akan mendeteksi kehadiran virus Covid-19 yang terdapat di dalam tubuh pasien. Sementara itu, teknik RTK yang kini terdapat di pasaran, menurut dia, bertujuan mendeteksi antibodi yang ada di dalam badan akibat infeksi yang dialami, sedangkan antibodi muncul di dalam badan sekitar lima hingga delapan hari setelah terinfeksi.

"Ujian RTK yang mendeteksi antibodi tidak dapat mendeteksi virus dan membuat pengesahan terjangkit. Ini menyebabkan ia tidak dapat membantu dalam pendeteksian awal kasus Covid-19. Justru ujian RTK yang mendeteksi antibodi tidak disarankan untuk tujuan diagnosa Covid-19," katanya.

Oleh karena itu, menurut dia, KKM mengharapkan masyarakat tidak menjalani ujian RTK dengan sembarangan tanpa mendapat nasihat dari ahli kesehatan. Ia menyebut hasil tes berpotensi untuk menimbulkan salah tafsir dan keresahan terhadap keputusan ujian yang diperoleh.

Di Spanyol, kit rapid test masih terus dipesan ke China untuk memenuhi kebutuhan pemeriksaan massal. Hanya saja, Spanyol terjegal oleh importir yang tak bertanggung jawab.

Kit yang dipesan ternyata rusak. Sumber diplomatik mengatakan kepada Reuters bahwa harga alat tes cepat telah naik 10 kali lipat dalam beberapa kasus. Di samping itu, perusahaan China menuntut pembayaran di muka. Di lain sisi, para perantara sering menipu pembeli kit rapit test.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement