REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penanganan limbah medis Covid-19 harus diolah dengan baik. Selain potensi infeksi, terdapat juga risiko limbah infeksius itu dimanfaatkan oleh orang tidak bertanggung jawab yang ingin mencari untung.
"Ini yang perlu menjadi perhatian kita semua," kata anggota Kompartemen Manajemen Penunjang Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Muhammad Nasir dalam diskusi tentang penanganan limbah rumah sakit yang diadakan Persi secara streaming di Jakarta, Rabu.
Jenis limbah yang dihasilkan dalam perawatan pasien Covid-19 antara lain adalah spesimen pasien, bahan farmasi bekas, alat kesehatan bekas, kemasan bekas makanan dan minuman pasien, serta alat pelindung diri (APD) yang digunakan oleh pasien dan tenaga medis. Nasir juga memperingatkan kemungkinan limbah Covid-19 menjadi sumber penyebaran virus, baik secara lokal di rumah sakit maupun regional setelah diangkut keluar dari fasilitas layanan kesehatan.
Di rumah sakit, menurut Nasir, modus kegagalan bisa terjadi karena tidak mematuhi prosedur penanganan limbah medis Covid-19. Kegagalan pengawasan dalam tahap pewadahan limbah, pengangkutan oleh rumah sakit, dan pemanfaatan secara ilegal oleh petugas yang tidak bertanggung jawab juga mungkin terjadi.
"Di regional, modus kegagalannya adalah bagaimana nanti lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah dan kemudian terjadi pemanfaatan ilegal," kata dia.
Untuk itu, menurut Nasir, perlu langkah prapenanganan limbah, seperti mengidentifikasi, mengklasifikasi untuk membedakan antara limbah Covid-19 dan medis biasa, dan mengomunikasikan pengkhususan itu dengan simbol. Di titik penanganan perlu langkah sangat berhati-hati dalam proses pewadahan, pengangkutan dan penyimpanan karena merupakan titik kritis infeksi.
Nasir juga mempertegas bahwa di bagian proses pengolahan oleh pihak ketiga juga terdapat titik kritis infeksi dan pemanfaatan ilegal. Hal yang sama juga diutarakan oleh Direktur Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Dr Imran Agus Nurali yang mengatakan, harus ada proses disinfeksi APD, khususnya untuk masker bedah sekali pakai yang digunakan juga secara umum.
"Konsep kami mengurangi infeksiusnya. Jadi masker pribadi yang sudah dipakai itu dicelupkan dalam detergen kemudian setelah itu dirusak baru nanti dibuang," kata Imran, yang juga menjadi pembicara di diskusi tersebut.