REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyebut pemerintah tetap berpegang pada sikap Presiden Joko Widodo pada 2015 lalu terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012. Kala itu, kata dia, Jokowi menyatakan tidak akan mengubah peraturan tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan tersebut.
"Pada 2015 Presiden sudah pernah menyatakan tidak akan mengubah dan tidak punya pikiran untuk merevisi PP Nomor 99 tahun 2012," ungkap Mahfud melalui video singkat, dikutip Ahad (5/4).
Mahfud menjelaskan, karena itulah pemerintah tidak memiliki rencana memberikan pembebasan bersyarat kepada narapidana korupsi hingga hari ini. Itu juga berlaku terhadap narapidana terorisme dan narapidana bandar narkotika. Menurut Mahfud, alasannya karena ketiga jenis narapidana itu berbeda dengan narapidana dengan kasus-kasus pidana umum.
"Karena alasannya, PP-nya itu pertama khusus sudah ada bahwa itu berbeda dengan napi yang lain," ungkap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Presiden Jokowi memang pernah menegaskan soal perang terhadap korupsi pada 2015 lalu. Menurutnya hal tersebut harus tetap dilakukan. Ia pun mengaku tak sepakat dengan wacana remisi untuk para koruptor yang dikemukakan oleh Menkumham, Yasonna Laoly, kala itu
“Kalau dari saya tidak usah saja dikasih remisi,” tegasnya seperti dikutip dari laman setkab.go.id, Selasa (17/3/2015).
Kemudian pada 2016, Jokowi menyatakan penolakannya atas rencana revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur soal remisi bagi narapidana. Hal itu disampaikan Jokowi saat menerima sejumlah pakar hukum di Istana Merdeka, Kamis 22 September 2016 lalu. "Mengenai revisi PP 99 Tahun 2012, kalau sampai di meja saya, saya kembalikan. Saya pastikan itu," kala itu.
Presiden menegaskan pernyataan tersebut karena sebelumnya ada wacana pemerintah memberikan kemudahan bagi narapidana kasus korupsi untuk mendapatkan pengurangan masa tahanan melalui revisi PP 99 tersebut. Namun, Jokowi sendiri mengaku belum tahu seperti apa perubahan yang akan terjadi dalam PP yang memuat aturan soal remisi itu.
"Saya belum tahu isinya, tapi sudah saya jawab, saya kembalikan," kata dia.
Tapi, beberapa waktu lalu, demi mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19 di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, Yasonna mengusulkan narapidana kasus korupsi dan narkotika dibebaskan. Syaratnya, yang dibebaskan adalah napi yang sudah berusia 60 tahun ke atas dan sudah menjalani 2/3 masa hukuman.
"Napi narkotika dengan masa pidana 5-10 tahun dan menjalani 2/3 masanya (pidana) akan kita berikan asimilasi di rumah, perkiraannya 15 ribu (napi). Napi korupsi yang berusia 60 tahun ke atas dan sudah jalani masa hukuman 2/3 sebesar 300 orang," ujar Yasonna dalam rapat kerja virtual dengan Komisi III DPR, Rabu (1/4).
Selain itu, usulan pembebasan juga akan ditujukan pada narapidana kriminal khusus yang sakit kronis. Serta, sudah mejalani 2/3 masa hukumannya.
Demi merealisasikan usulan ini, Yasonna mengatakan bahwa akan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Rencanya, hal ini akan dibawanya ke dalam rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Jadi kami akan laporkan ini ke ratas nanti agar revisi ini sebagai tindakan emergency bisa dilakukan," ujar Yasonna.
Yasonna sendiri mengklaim, Jokowi sudah setuju dengan hal ini. "Tinggal nanti kita lihat sejauh mana bisa kita tarik ini, tentu saya akan berupaya keras meyakinkan. Karena keinginan kita membuat keadaan semakin baik," ujarnya.
Sabtu (4/4) malam, Yasonna membuat bantahan terkait niat meloloskan narapidana korupsi dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020. Yasonna menegaskan Kepmenkumham adalah untuk mencegah penyebaran wabah virus corona (Covid-19) di Lapas, Rutan dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).
"Saya disebut mau meloloskan napi narkoba dan kasus korupsi. Seperti sudah beredar beberapa waktu lalu di media massa. Itu tidak benar," ujar Yasonna Laoly dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (4/4).