Selasa 07 Apr 2020 07:54 WIB

Pemerintah Jalankan Pola G2G untuk Dapatkan Bahan Baku Obat

Bahan baku obat dari India sulit didapat karena kebijakan lockdown.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Pemerintah akan menerapkan pola Government to Government (G2G) untuk mendapatkan pasokan bahan baku obat dari negara lain.
Foto: EPA
Pemerintah akan menerapkan pola Government to Government (G2G) untuk mendapatkan pasokan bahan baku obat dari negara lain.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), industri obat-obatan tengah mengalami kesulitan bahan baku. Perlu diketahui, selama ini bahan baki tersebut didapat dari China dan India.

"China memang laporan terakhir yang masuk ke kami dari beberapa asosiasi dan industri memang luar biasa. Ini kelihatannya China recovery jauh lebih cepat dari apa yang kita duga," ujar Agus dalam rapat kerja virtual dengan Komisi VI DPR RI pada Senin, (6/4).

Baca Juga

Saat ini industri sudah bisa kembali mendapat suplai bahan baku dari China. Sedangkan bahan baku dari India sulit didapat, karena negara tersebut memberlakukan kebijakan lockdown demi mengurangi penyebaran virus corona atau Covid-19.

"Kalau pun bahannya ada di sana, tapi tidak ada sama sekali pekerja di India yang bisa memenuhi tuntutan administrasinya. Ini jadi masalah," ujar Agus.

Maka, kata dia, pemerintah tengah mencari jalan keluar supaya bahan baku itu bisa didapat. Di antaranya melalui pola Government to Government (G2G).

"Jadi bukan pola B2B (Business to Business). Kami sudah berkoordinasi dengan ibu Menteri Luar Negeri. Bukan hanya untuk India tapi beberapa negara yang memang kebutuhan bahan bakunya dari mereka dan mereka tertutup, atau bukan tertutup tapi kebutuhan dalam negeri mereka juga tinggi," jelas Agus.

Ia menuturkan, salah satu yang dibicarakan para pemimpin negara G20 saat melakukan virtual conference, yaitu memberi kemudahan melakukan lalu lintas barang. Hal itu bertujuan membantu penanganam Covid-19 dan membantu perekonomian negara anggota.

Agus menyebutkan, industri obat di dalam negeri kini tengah membuat chloroquine. Sebab, dipercaya dapat menyembuhkan pasien Covid-19, meski bukan sebagai obat utama.

Dia mengungkapkan, ada lima perusahaan di Indonesia yang memproduksi obat tersebut. Kapasitasnya untuk chloroquine sulphate sekitar 1,5 juta tablet per bulan. Sedangkan kapasitas produksi chloroquine phospate sebanyak 1,4 juta tablet per bulan.

Selanjutnya, dia mengatakan, ada delapan perusahaan yang memproduksi vitamin C. Kapasitas produksinya sebanyak 18 juta tablet per bulan.

"Lalu untuk suplemen atau vitamin-vitamin yang menggunakan bahan alam, ada 16 industri yang memproduksi. Kapasitasnya 72 juta kapsul per bulan," ujarnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement