REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada segera disahkan sebagai dasar hukum penundaan Pilkada 2020. Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini mengusulkan, Perppu Pilkada harus sudah disahkan akhir April 2020.
"Perppu mestinya sudah disahkan sebelum berakhirnya waktu penundaan (tahapan Pilkada 2020 oleh KPU sampai Mei 2020. Perppu seharusnya sudah disahkan sebelum akhir April 2020," ujar Titi dalam diskusi virtual, Selasa (7/4).
Titi mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu berperan lebih proaktif dalam penyusunan Perppu. Sebab, saat ini pemerintah pusat tengah sibuk menangani pencegahan penyebaran virus corona di Indonesia.
Titi menilai, KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu lebih memahami klausul mana saja di Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang terdampak penundaan pilkada. Selain revisi Pasal 201 ayat 6 yang secara eksplisit menyebutkan, pilkada hasil pemilihan 2015 dilaksanakan pada September 2020.
Saat ini, KPU telah menyerahkan tiga opsi waktu penundaan pemungutan suara Pilkada 2020. Ketiga opsi itu diantaranya, pemungutan suara dilaksanakan pada Desember 2020, Maret 2021, hingga September 2021.
Menurut Titi, UU Pilkada belum mengatur kondisi yang mengakibatkan penundaan pilkada secara nasional atau menyeluruh dalam skema pilkada serentak. Skema penundaan tahapan pilkada yang kini dilakukan KPU RI tidak dikenal dalam nomenklatur UU Pilkada.
UU Pilkada hanya memuat ketentuan pemilihan lanjutan atau pemilihan susulan secara parsial, daerah per daerah, dan berjenjang. Pemilihan lanjutan dilakukan apabila sebagian tahapan pilkada tak dapat dilaksanakan, sedangkan pemilihan susulan dilakukan jika seluruh tahapan pilkada terganggu.
"Perppu sebagai instrumen hukum yang urgen disahkan sebagai legalitas penundaan pilkada, pembahasannya tidak bisa lama dan berlarut-larut," kata Titi.