Rabu 15 Apr 2020 22:32 WIB

Sri Lanka Tetap Lakukan Kremasi Jenazah Muslim Covid-19

Kremasi jenazah Muslim Covid-19 di Sri Lanka memicu protes.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Kremasi jenazah Muslim Covid-19 di Sri Lanka memicu protes.  Ilustrasi bendera Sri Lanka
Foto: tangkapan layar World Atlas
Kremasi jenazah Muslim Covid-19 di Sri Lanka memicu protes. Ilustrasi bendera Sri Lanka

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO – Otoritas Sri Lanka menyatakan akan tetap mengkremasi tubuh korban wabah virus corona atau Covid-19 meski ada protes dari masyarakat Muslim. 

Pada Ahad (12/4) kemarin, negara Asia Selatan itu telah mendaftarkan tujuh kematian akibat virus korona, di mana tiga di antaranya adalah Muslim yang kemudian dikremasi secara paksa.

Baca Juga

"Jenazah seseorang yang telah meninggal atau diduga meninggal, akibat Covid-19, akan dikremasi," kata Menteri Kesehatan Sri Lanka, Pavithra Wanniarachchi, seperti dilansir laman 5 Pillars, Rabu (15/4).

Para pejabat Sri Lanka telah membenarkan kebijakan tersebut. Mereka menganggap penguburan memakan waktu lebih lama ketimbang kremasi, dan tingkat air tanah negara itu terlalu tinggi sehingga meningkatkan risiko penyebaran infeksi.

Namun, kebijakan ini telah memicu tanggapan lintas-komunitas yang mengklaim bahwa Muslim kembali menjadi sasaran. Partai politik utama negara itu yang mewakili Muslim, yang merupakan 10 persen dari 21 juta populasi nasional yang kuat, menuding pemerintah telah mengabaikan ritual keagamaan dan keinginan keluarga. Pemimpin Kongres Muslim Sri Lanka, Rauff Hakeem, pun meminta kebijakan kremasi itu ditinjau ulang.

"Kami tidak meminta ritual keagamaan dalam proses pemakaman, yaitu memandikan orang yang meninggal dengan air atau upacara pemakaman lainnya yang melibatkan keluarga .Tetapi yang kami minta adalah upacara pemakaman setidaknya sesuai standar WHO," tutur dia.

Kebijakan Sri Lanka bertentangan dengan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia yang menyebutkan penguburan adalah cara yang tepat untuk menangani para korban meninggal akibat pandemi Covid-19.

Direktur Asia Selatan di Amnesty International, Biraj Patnaik, mengatakan  pada saat yang sulit ini, pemerintah harus menyatukan masyarakat dan tidak memperdalam perpecahan di antara mereka.

Kerabat yang berduka harus dapat melakukan prosesi pemakaman dengan cara yang mereka inginkan, di mana penguburan diizinkan berdasarkan pedoman internasional.

Pada 4 April, 164 aktivis dan 17 organisasi dari semua komunitas mengimbau pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan kremasi korban meninggal akibat Covid-19. 

Mereka di antaranya akademisi, pemimpin agama, profesional hukum, dan aktivis. Termasuk juga organisasi seperti Dewan Perdamaian Nasional, Asosiasi Wanita Islam untuk Penelitian dan Pemberdayaan, dan Pusat Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jaffna.

 

(

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement