REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Juru Bicara Komisi Tinggi HAM PBB, Rupert Colville, mendesak adanya upaya pencarian dan penyelamatan terhadap kelompok Muslim etnis Rohingya yang terombang-ambing di laut. Mereka melakukan perjalanan laut yang berbahaya dengan sebuah kapal dari Myanmar maupun Bangladesh menuju wilayah negara lain.
Colville mengatakan masih ada laporan terdamparnya kapal-kapal lain yang mengangkut pengungsi Rohingya. Dia mengatakan, praktik intersepsi berbahaya, termasuk mendorong kembali kapal yang mencoba mendarat, harus dihindari dengan hati-hati. Kejadian ini juga mengingatkan pada peristiwa menyedihkan beberapa tahun silam.
"Perjalanan mengerikan para pengungsi Rohingya di laut ini mengingatkan pada kejadian beberapa tahun lalu ketika ratusan ribu orang Rohingya melarikan diri dari penganiayaan pihak berwenang di negara bagian Rakhine," kata Colville dilansir Anadolu Agency, Sabtu (18/4).
Komisi HAM PBB terkejut dengan berita lebih dari 30 pengungsi Rohingya tewas di sebuah kapal di Teluk Benggala. Bahkan, hampir 400 orang Rohingya lainnya membutuhkan perawatan medis setelah hampir dua bulan terdampar di laut. Banyak perempuan dan anak-anak Rohingya yang ikut dalam perjalanan tersebut.
"Hampir 400 lainnya ditemukan mengalami dehidrasi, kurang gizi, dan membutuhkan perawatan medis karena hampir dua bulan di laut. Kami mendapat laporan kapal ini telah berulang kali mencari pelabuhan yang aman, tetapi kapal itu tidak bisa mendarat di Malaysia," ujarnya.
Kepala Eksekutif Fortify Rights, sebuah organisasi non-pemerintah, Matthew Smith, menuturkan, pemerintah Malaysia harus menyelidiki siapa yang memerintahkan kapal Rohingya itu kembali ke laut dan segera mengesahkan misi pencarian dan penyelamatan untuk setiap kapal lain yang sedang dalam kesulitan.
"Covid-19 bukan alasan untuk mengirim pengungsi ke laut. Mengirim kapal pengungsi yang tidak lengkap ke laut adalah melanggar hukum dan hukuman mati," kata dia.
Saat ini, masih banyak Muslim etnis Rohingya yang tinggal di kamp-kamp yang penuh sesak di Bangladesh. Banyak pula yang berlayar dari Bangladesh, karena kamp yang sudah sesak, ke negara-negara lain di kawasan itu.
Pada Rabu (16/4) malam waktu setempat, 382 Muslim Rohingya berhasil selamat setelah terdampar di laut selama dua bulan. Mereka yang diselamatkan penjaga pantai Tekhnaf Cox's Bazar Bangladesh itu mencoba melarikan diri ke Malaysia melalui jalur laut yang penuh bahaya.
Sebagian orang Rohingya, frustrasi atas repatriasi damai yang tidak pasti di negara asalnya, Myanmar. Mereka yang semula tinggal di kamp-kamp di Bangladesh pun mencoba melarikan diri ke negara lain demi masa depan yang lebih baik.
Akan tetapi, perjalanan yang penuh keterbatasan itu penuh risiko. Februari lalu, 15 warga Rohingya meninggal di Teluk Benggala ketika sebuah kapal yang membawa sekitar 130 penumpang terbalik.