REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang membentuk satuan tugas (satgas) case building dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pembentukan satgas untuk mengoptimalkan pengembalian kerugian negara.
"Mengenai pengembangan kasus korupsi ke kasus TPPU, saat ini kami memang sedang membentuk satgas case building dan TPPU," ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melalui keterangannya di Jakarta, Senin (20/4).
Pembentukan satgas itu, lanjut dia, agar tujuan penindakan korupsi dalam mengembalikan kerugian negara lebih terukur capaiannya dan akuntabel. Selain itu, Ghufron juga menyampaikan bahwa lembaganya sedang menyusun pedoman penuntutan agar tidak terjadi disparitas tuntutan terhadap para terdakwa yang diajukan KPK ke pengadilan dalam berbagai kasus korupsi.
"Dari awal, kami memang konsen untuk membuat pedoman penuntutan tersebut," ujar dia.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis terkait dengan tren vonis tindak pidana korupsi selama 2019. Salah satunya menyoroti perihal pemulihan kerugian keuangan negara dari perkara korupsi.
"Pantuan ICW sepanjang tahun 2019 kerugian negara yang timbul akibat praktik korupsi sebanyak Rp12.002.548.977.762," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Ahad (19/4).
Sementara itu, kata dia, putusan hakim yang menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp748.163.509.055. "Praktis kurang dari 10 persen keuangan negara yang hanya mampu dikembalikan melalui putusan di berbagai tingkat pengadilan," ungkap Kurnia.
Selain itu, ICW juga mencatat bahwa merujuk pada Pasal 10 KUHP yang menyebutkan tentang pidana pokok (penjara dan denda), temuan ICW rata-rata vonis penjara untuk koruptor menyentuh angka 2 tahun 7 bulan penjara saja. "Untuk denda sebesar Rp116.483.500.000. Temuan terkait vonis terdapat kenaikan dibanding tahun 2018 hanya 2 tahun 5 bulan penjara," kata Kurnia.