Senin 20 Apr 2020 23:42 WIB

Pengamat: Tak Ada Alasan Pilkada Diubah Jadi tak Langsung

Pengamat menilai wabah corona jangan jadi alasan Pilkada berubah jadi tidak langsung

Pilkada (ilustrasi)
Foto: Antara/Embong Salampessy
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komaruddin mengatakan, jangan ada pihak yang mengarahkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak berubah menjadi mekanisme dipilih oleh DPRD. Menurutnya, pandemi Covid-19 bukan alasan mengubah pilkada langsung menjadi tidak langsung.

"Penyelenggara pemilu, DPR dan pemerintah sudah sepakat dengan penundaan, jadi tidak ada alasan kembali ke DPRD pemilihannya, dan kami berharap Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) mengatur penundaan tidak mengubah sistem pemilihan," kata Ujang Komaruddin di Jakarta, Senin (20/4).

Baca Juga

Penyelenggaraan Pilkada diubah menjadi pemilihan tidak langsung, menurut Ujang malah akan menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebab pemilu sudah ditetapkan dipilih langsung oleh rakyat.

"Meskipun Perppu misalnya terbit mengatur tidak langsung itu tetap menyalahi, kalau mengubah sistem pemilu itu ada prosesnya tidak ujug-ujug. Saya masih percaya Perppu akan terbit sesuai usulan yang sudah muncul kemarin, bukan sesuatu yang ekstrem dengan mengubah sistem," ujarnya.

Mengubah sistem pemilu secara tiba-tiba kata dia, juga akan menyebabkan gelombang protes dari masyarakat, apalagi dengan kondisi saat ini ketika semua sedang sibuk dengan wabah COVID-19.

"Sudah protes wabah, malah ditambah protes sistem pemilu. Usulan penundaan kan kesepakatan penyelenggara, DPR dan Kemendagri yang notabene adalah pemerintah, jadi Perppu nantinya tidak akan jauh dari usulan, ketiganya sepakat mengusulkan hari pemilihan ditunda pada Desember 2020," ucapnya.

Bukan hanya jangan menghembuskan opini mengubah sistem pemilu, Ujang juga berharap wabah COVID-19 tidak dimanfaatkan untuk mendongkrak elektabilitas. Menurutnya, tidak elok bencana seperti ini menjadi ajang untuk "mencari panggung", karena sama saja dengan menunggangi persoalan kemanusiaan masyarakat.

"Oleh karena itu enaknya ditunda, setidaknya pada 2021 dan yang paling enak biar lebih santai, ya di tahun 2022. Ada jeda diantara pandemi dengan pilkada membuat potensi mencari penggung semakin kecil," ujarnya.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement