REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menyebut pihak lembaga antirasuah tak memiliki target khusus dalam menemukan para buronannya. Hingga kini KPK masih memburu delapan tersangka kasus dugaan korupsi yang buron.
Ali meyakini dalam waktu dekat lembaganya akan segera menangkap delapan buronnya. "Kami tidak mematok batas waktu, akan tetapi tetap yakin untuk bisa segera menangkap para DPO ini," ujar Ali Fikri saat dikonfirmasi, Senin (11/5).
Ali menyebut, selain menyebar secara langsung wajah para tersangka yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), KPK juga berkoordinasi dengan institusi Polri untuk menangkap para buronan. "KPK hingga saat ini tetap berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, khususnya Kepolisian untuk tetap memantau keberadaan para buronan tersebut dan segera melakukan penangkapan," katanya.
Adapun delapan buron KPK yakni, Samin Tan yang diduga memberi hadiah atau janji kepada Eni Maulani Saragih selaku Anggota DPR RI periode 2014-2019 terkait Pengurusan Terminasi Kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kemudian, mantan Sekretaris Mahkamag Agung (MA) Nurhadi. Dia diburu sebagai tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar.
Nurhadi buron bersama dua tersangka lainnya, Rezky Herbiono yang merupakan menantu Nurhadi, serta Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto. Mereka dijadikan buron lantaran tak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan tim penyidik KPK sebagai tersangka. Nurhadi cs dijerat sebagai tersangka pada, Senin 16 Desember 2019.
Buron KPK yang sempat ramai diperbincangkan yakni Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim. Keduanya tersangka korupsi kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan masuk dalam DPO pada September 2019. Selama proses penyidikan KPK telah dua kali memanggil pasangan tersebut.
Sjamsul dan Itjih menjadi tersangka BLBI sejak 10 Juni 2019 lalu. Keduanya diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp 4,8 triliun yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun. Saat dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp 220 miliar.
KPK juga menetapkan DPO untuk Mantan Panglima GAM Wilayah Sabang Izil Azhar alias Ayah Marine pada Rabu 26 Desember 2018 silam. Izil ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi bersama mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf.
Kemudian, politikus PDIP Harun Masiku yang menjadi buron KPK atas kasus dugaan suap penetapan anggota DPR RI Fraksi PDIP melalui mekanisme pergantian antar-waktu (PAW).
Harun Masiku diduga menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Namun dalam pleno KPU pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia. Wahyu diduga sudah menerima Rp 600 juta dari permintaan Rp 900 juta. Dari kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan pada Rabu, 8 Januari 2020 ini, tim penindakan KPK menyita uang Rp 400 juta.