Kamis 14 May 2020 15:54 WIB

Tidak Merasa Abaikan Putusan MA, Ini Argumentasi Pemerintah

Pemerintah mengambil opsi mengubah Perpres dan kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan

Petugas keamanan berjaga di depan kantor BPJS Kesehatan di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (13/5/2020). Pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada 1 Juli 2020 seperti digariskan dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dengan rincian peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp150.000, kelas II menjadi Rp100.000 dan kelas III menjadi 42.000.
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Petugas keamanan berjaga di depan kantor BPJS Kesehatan di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (13/5/2020). Pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada 1 Juli 2020 seperti digariskan dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dengan rincian peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp150.000, kelas II menjadi Rp100.000 dan kelas III menjadi 42.000.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Adinda Pryanka, Ronggo Astungkoro

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Perpres 64 tahun 2020 kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan per 1 Juli 2020. Kenaikan iuran berlaku untuk kelas I dan kelas II terlebih dulu. Sementara iuran kelas III baru akan naik pada tahun 2021 mendatang.

Baca Juga

Padahal rencana kenaikan iuran sebenarnya sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) yang permohonan uji materi terhadap Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres itulah yang menjadi cikal bakal kenaikan iuran BPJS Kesehatan per Januari 2020. Namun melalui Perpres terbaru ini, pemerintah akhirnya menaikkan lagi iuran BPSJ Kesehatan.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan bahwa pemerintah masih dalam koridor menjalankan putusan MA dengan mengeluarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020. Fachmi dalam keterangannya melalui sambungan video di Jakarta, Kamis (14/5), menyebut bahwa Presiden Jokowi sudah sesuai koridor dalam menerbitkan Perpres tersebut dan tidak menentang putusan MA.

"Kalau kita melihat ada tiga opsi dari peraturan MA. Satu mencabut, opsi kedua mengubah, atau ketiga melaksanakan. Nah artinya Pak Jokowi masih dalam koridor, konteksnya adalah yang kedua mengubah. Dan mengubah ini masih sangat menghormati kalau compare ke Perpres 75," kata Fachmi.

Fachmi membantah apabila pemerintah disebut tidak menghormati putusan MA yang membatalkan Perpres 75 Tahun 2019 terkait kenaikan iuran peserta segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Fachmi beralasan, bahwa peraturan MA yang menyatakan implikasi dari putusan MA, yaitu mencabut Perpres, mengubah Perpres, atau melaksanakan putusan.

"Kalau kita baca tekstual dan literal yang ada di peraturan MA itu clear, pemerintah mencabut, mengubah, atau melaksanakan, dan itu masih dalam koridor," kata Fachmi.

Selain itu, Fachmi juga menjelaskan bahwa Perpres Nomor 64 Tahun 2020 ini sudah sesuai dengan aspirasi masyarakat yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada rapat kerja bersama sebelumnya. DPR RI menolak kenaikan iuran untuk peserta segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III sesuai dengan ketentuan Perpres 75 2019. DPR RI meminta iuran untuk peserta mandiri kelas III tetap Rp25.500.

"Permintaan (DPR) kemarin clear iuran peserta mandiri kelas III tetap Rp25.500, kalau angkanya Rp42 ribu itu pemerintah mensubsidi, terima kasih sekali pada Presiden yang telah memutuskan," kata Fachmi.

Menurut Fachmi, Perpres 64 Tahun 2020 mengembalikan nilai-nilai fundamental program JKN yang berasas gotong royong antara masyarakat dan juga pemerintah. Perpres terkait penyesuaian iuran yang baru ini adalah bentuk hadirnya negara pada masyarakat miskin dan tidak mampu dalam memberikan jaminan kesehatan.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, juga menyatakan pemerintah sudah mengikuti putusan MA atas Perpres Nomor 75 Tahun 2019. Menurutnya, pemerintah mengikuti putusan tersebut dengan mengubah struktur tarif kenaikan iuran BPJS dengan jumlah yang berbeda.

"Di bagian mana saya bilang pemerintah takkan menaikkan iuran BPJS? Yang saya bilang pemerintah mengikuti putusan MA karena sudah final dan mengikat. Pemerintah sudah ikut vonis MA dengan mengubah keputusan dan struktur tarif kenaikan baru," ungkap Mahfud melalui akun Twitternya @mohmahfudmd, Kamis (14/5).

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menegaskan kenaikan iuran BPJS Kesehatan melalui penetapan Perpres 64/2020 telah mempertimbangkan putusan MA. Kenaikan tak hanya untuk membiayai defisit BPJS tetapu juga memprioritaskan perlindungan kesehatan masyarakat Indonesia.

“Penetapan dari Perpres 64 Tahun 2020 ini sangat mempertimbangkan keputusan MA dan pemerintah sangat memahami,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (14/5).

Staf Ahli Menkeu Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Kunta Wibawa Dasa mengatakan, besaran iuran BPJS Kesehatan seharusnya lebih tinggi dibandingkan tarif terbaru. Dalam hal ini adalah untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) atau kerap disebut sebagai peserta mandiri.

Kunta menjelaskan, berdasarkan perhitungan aktuaria, besar iuran PBPU dan BP kelas satu seharusnya Rp 286.085. Sedangkan, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan yang baru diresmikan, iuran untuk kelas satu sebesar Rp 150 ribu.

"Tapi, kami tidak menetapkan jumlah tersebut karena mengikuti kemampuan membayar kita," ujarnya dalam konferensi pers secara  virtual, Rabu (14/5).

Sementara itu, menurut perhitungan aktuaria, PBPU kelas dua dan tiga harusnya Rp 184.617 dan Rp 137.221. Tapi, merujuk pada regulasi, peserta masing-masing membayar Rp 100 ribu dan Rp 35 ribu.

Kunta menyebutkan, faktor ini yang menjadi salah satu pertimbangan pemerintah melakukan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan. Di sisi lain, ia menambahkan, sesuai ketentuan, besaran iuran perlu dikaji secara berkala. Ia mencatat, iuran JKN terakhir naik pada 2016 dan bahkan kelas 3 PBPU belum pernah disesuaikan sejak 2014.

Tujuan akhirnya, Kunta mengatakan, menjaga kesinambungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), memberikan pelayanan yang tepat waktu dan berkualitas. Termasuk di antaranya terjangkau bagi masyarakat maupun negara dengan tetap mempertimbangkan kondisi fiskal pemerintah serta kemampuan masyarakat.

Tidak kalah penting, Kunta mengatakan, penyesuaian iuran BPJS Kesehatan juga mempertimbangkan keadilan sosial. "Yang miskin tidak perlu bayar dan yang kaya membayar sesuai kemampuan," ujarnya.

MA menyatakan, tidak akan mencampuri penerbitan Perpres terbaru yang kembali menaikan iuran BPJS oleh pemerintah. MA baru akan turun tangan jika ada pihak yang keberatan dan mengajukan uji materi terhadap perpres tersebut.

"MA tidak akan mencampuri dan tidak akan menanggapi sebab hal tersebut merupakan wilayah kewenangan pemerintah," ujar Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, kepada Republika.co.id melalui pesan singkat, Rabu (13/5).

Andi menyampaikan, MA hanya berwenang untuk mengadili perkara permohonan hak uji materi terhadap peraturan yang kedudukannya di bawah undang-undang (UU). Pengujian itu pun dilakukan jika ada pihak yang berkeberatan dan bertindak sebagai pemohon yang mengajukan permohonan uji materi ke MA.

"MA hanya berwenang untuk mengadili perkara permohonan hak uji materil terhadap peraturan yang kedudukannya di bawah UU," kata Andi.

photo
Iuran BPJS batal naik - (republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement