Ahad 17 May 2020 22:58 WIB

Amien Rais: Ibu tak Restui Saya Jadi Calon Presiden

Amien Rais mengungkapkan alasannya menolak diusung sebagai capres pada pemilu 1999.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Hasanul Rizqa
Pendiri PAN, Amien Rais
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Pendiri PAN, Amien Rais

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosok Amien Rais mencuat dalam jagat perpolitikan nasional terutama pada masa permulaan Era Reformasi. Bahkan, pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, 76 tahun silam itu kerap dijuluki "Bapak Reformasi."

Selanjutnya, ia mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN). Sempat pula menjadi sebagai ketua MPR-RI masa bakti 1999-2004.

Baca Juga

Dalam bincang-bincang santai dengan Dahnil Anzar Simanjuntak pada malam ini, ia mengungkapkan alasannya menolak diusung sebagai calon presiden (capres) pada ajang pemilihan presiden (pilpres) 1999 silam.

Semua berawal dari nasihat ibundanya. Menurut Amien, sosok yang amat ia hormati dan cintai itu enggan merestuinya untuk maju sebagai capres.

"Amien, ibumu lihat di televisi, beberapa hari yang lalu kamu disumpah oleh Mahkamah Agung untuk menjabat kursi ketua MPR lima tahun. Jadi, kavlingmu itu ketua MPR, bukan presiden. Jadi enggak usah tergiur," kata Amien Rais menirukan pesan ibunya saat berbincang dengan mantan ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil, Ahad (17/5) malam.

Amien mengaku, ketika itu dirinya didaulat sejumlah tokoh nasional untuk maju dalam Pilpres 1999. Sekitar jam 03.00 pagi, ia pun menelpon ibunya untuk mendiskusikan lebih lanjut perihal dukungan tersebut.

Usai menerima petuah dari ibunya, Amien saat itu langsung kembali menghadap Presiden RI ke-3 Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie untuk menyampaikan penolakannya diajukan sebagai capres.

Amien mengaku, ketika itu ia telah menegaskan dukungannya terhadap KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang ketika itu berhadapan dengan Megawati Soekarnoputri.

"Karena saya menjaga ukhuwuah. Itu kan penting sekali," ucap dia.

Bagi Amien, ibu adalah sosok yang paling dihormatinya. Dia mengaku berupaya mengikuti tuntunan Islam, sebagaimana tertuang dalam hadis Rasulullah SAW.

Suatu ketika, Nabi SAW menjawab pertanyaan salah seorang sahabat. "Ya Rasul, setelah Allah, siapa yang harus saya hormati? 'Ibumu.' Siapa lagi? 'Ibumu.' Siapa lagi? 'Ibumu.' Kemudia siapa? 'Bapakmu.'"

"Nah, saya dengan ibunda saya itu memang saya hormat sekali. Saya sampai sekarang (karena berbakti kepada Ibu) itu hidup saya itu tidak pernah sengsara. Artinya, mulus mengalir saja," kata dia meneruskan.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement