REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Guru Besar Biologi Sel dan Molekuler, Universitas Brawijaya (UB), Profesor Sutiman B Sumitro menilai, Covid-19 kini telah bermutasi menjadi virus lokal. Sifat tersebut akan berdampak pada sulitnya menemukan vaksin atau obat secara global. Padahal penciptaan vaksin atau obat ditunjukkan agar dapat digunakan seluruh manusia tanpa memandang kelokalan.
"Inilah penghalang utama konsep berpikir industri bidang kesehatan dalam menemukan vaksin atau obat," jelas Sutiman.
Sutiman tak menampik, saat ini banyak masyarakat Indonesia memanfaatkan jamu dalam menghadapi Covid-19. Namun, ia menegaskan, jamu pada dasarnya bukan obat untuk penyakit tertentu. Jamu lebih tepatnya untuk menjaga kualitas hidup manusia.
Meski demikian, Sutiman menegaskan, daya manfaat jamu bisa dimanfaatkan untuk mengatasi Covid-19. Bukan dengan konsep membunuh melainkan mendukung sistem tubuh agar mampu bertahan dan mengatasi penyakit. Di sini, ia menilai, kearifan lokal Indonesia seolah telah menemukan momen untuk menunjukkan eksistensinya yang selama ini terpinggirkan oleh konsep kedokteran modern.
Di sisi lain, Sutiman mengaku, terdapat hal yang cukup merepotkan pada penyebaran Covid-19. Kelompok Orang Tanpa Gejala (OTG) menjadi hal paling dikhawatirkan karena sering dialami para penderita Covid-19. Kelompok ini biasanya akan terlihat sehat dalam beraktivitas tapi dapat menularkan virus ke orang lain.
Menurut Sutiman, indeks sinar ultraviolet (UV) di Indonesia memiliki keunggulan tersendiri. Virus akan mengalami inaktivasi sehingga jumlah orang terinfeksi tidak setinggi daerah subtropis dengan udara tercemar. Hal ini karena UV tidak berperanan secara nyata di lokasi tersebut.
Total terdapat 18.010 kasus konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia per Senin (18/5). Sekitar 4.324 di antaranya telah dinyatakan sembuh sedangkan jumlah pasien meninggal karena Covid-19 sebanyak 1.191 orang. Sementara jumlah Pasien dalam pengawasan (PDP) 11.422 orang sedangkan kelompok Orang dalam Pemantauan (ODP) 46.047 jiwa.