Ahad 24 May 2020 05:13 WIB

Seperti HIV, Virus Corona Cepat Bermutasi

Virus yang telah bermutasi ini biasanya lebih kuat dibandingkan sebelumnya.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: A.Syalaby Ichsan
Virus corona dalam tampilan mikroskopik. (ilustrasi)
Foto: EPA/CDC
Virus corona dalam tampilan mikroskopik. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) penyebab Covid-19 sudah menginfeksi jutaan umat manusia di berbagai belahan dunia. Bahkan, tidak sedikit orang-orang yang meninggal dunia akibat terpapar virus tersebut.

Kepala Divisi Pulmonologi dan Penyakit Kritis RSUP Dr Sardjito, dr Sumardi mengatakan, virus corona baru ini terus bermutasi cepat. Mutasi terjadi ketika virus mereplikasikan diri di dalam sel dan menyalin kode genetiknya.

Ia menilai, virus corona jenis baru ini merupakan virus RNA. RNA merupakan strain yang saat bertemu dengan inang dapat membuat salinan baru yang bisa terus menginfeksi sel lain."Materi genetik Covid-19 adalah RNA dan asam aminonya terus berubah dan mutasi. Berbeda dengan virus DNA yang tidak lebih rentan terhadap perubahan," kata Sumardi, Jumat (22/5).

Pakar Penyakit Dalam Spesialis Paru-Paru (Internis Pulmonologist) FKKMK UGM itu menerangkan, mutasi virus merupakan siklus yang biasa dalam evolusi. Tapi, mutasi akan mengubah tingkat keparahan penyakit yang disebabkannya.

Virus yang telah bermutasi ini biasanya lebih kuat dibandingkan sebelumnya. Kondisi itu berpengaruh terhadap pengembangan vaksin Covid-19. Sebab, virus terus saja bermutasi yang mengubah perilakunya dalam menginfeksi.

Hal itu sama dengan yang terjadi seperti dalam pengembangan vaksin HIV. Hingga saat ini, belum ada hasil pengembangan vaksin yang bisa mencegah penyebaran virus HIV karena terus bermutasi.

Kondisi itu membuat vaksin yang telah dikembangkan hanya sanggup melindungi dari strain virus tertentu dan tidak bisa digunakan untuk virus jenis baru. Karenanya, pengembangan vaksin untuk virus jenis RNA itu menjadi tantangan.

"Termasuk, Covid-19. Kalau sudah ditemukan vaksin ke depan harus diperbarui terus karena virusnya juga terus berubah," ujar Sumardi.

Sumardi merujuk kembali ke sifat-sifat virus RNA yang pada saat multiplikasi dapat terjadi kesalahan membaca kode asam amino yang menyusun gen virus. Sedangkan, vaksin dibuat sesuai unsur-unsur genetik virus RNA sumbernya.

Sementara, pada saat vaksin sudah bisa dipakai untuk vaksinasi masal, virus RNA sudah mengalami mutasi unsur genetiknya. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap vaksin yang telah dihasilkan menjadikan daya proteksinya berkurang."Seperti juga yang terjadi kepada kasus vaksin swine flu," kata Sumardi.

Sumardi menekankan, pengembangan vaksin Covid-19 perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing negara. Pasalnya, virus ini memiliki karakteristik  berbeda tiap negara, bahkan yang di Indonesia berbeda dengan yang di Cina.

Dalam informasi di Global Initiative for Sharing All Influenza Data (GISAID) telah ada tiga tipe virus SARS-CoV-2 yang dikelompokkan secara global yaitu S, G, dan V. Sayangnya, virus corona di Indonesia tidak masuk ketiga tipe."Dan dimasukan sebagai tipe O, singkatan dari others atau lain-lain," ujar Sumardi.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement