REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR telah menggelar rapat kerja dengan penyelenggara pemilihan umum, untuk membahas pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Salah satu hasilnya, mereka setuju bahwa tahapannya dapat dilanjutkan mulai 15 Juni mendatang.
"Tahapan lanjutanya dimulai pada 15 Juni 2020, dengan syarat bahwa seluruh tahapan Pilkada harus dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan," ujar Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung, Rabu (27/5).
Selain itu, Komisi II, KPU, dan Kemendagri juga setuju bahwa Pilkada 2020 tetap digelar pada 9 Desember 2020. Hal tersebut dipertimbangkan karena Gugus Tugas Penanganan Covid-19 sudah setuju melalui Surat Ketua Gugus Tugas Nomor: B 196/KA GUGAS/PD.01.02/05/2020.
"Maka Komisi II DPR RI bersama Mendagri RI dan KPU RI setuju pemungutan suara serentak dilaksanakan pada 9 Desember 2020," ujar Doli.
KPU diminta untuk segera berkoordinasi dengan Gugus Tugas Penanganan Covid-19. Untuk membentuk protokol kesehatan selama tahapan Pilkada 2020.
"Seluruh tahapan Pilkada harus dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan, berkoordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19, serta tetap berpedoman pada prinsip-prinsip demokrasi," ujar politikus Partai Golkar itu.
Terakhir, Komisi II .eminta kepada KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk mengajukan usulan tambahan anggaran terkait Pilkada di Provinsi/Kabupaten/Kota. "Secara lebih untuk selanjutnya dapat dibahas oleh Pemerintah dan DPR RI," ujar Doli.
Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan, tidak mungkin lembaganya memundurkan jadwal tahapan lanjutan Pilkada Serentak 2020 dari bulan Juni menjadi Juli. Apabila, pelaksanaan pemungutan suaranya dilaksanakan pada 9 Desember mendatang.
"Apakah tahapan lanjutan pilkada memungkinkan diundur menjadi Juli? Kalau pelaksanaan Pilkada tanggal 9 Desember 2020, maka tidak memungkinkan (memundurkan tahapan lanjutan) karena KPU sudah membuat simulasinya," kata Arief dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR secara fisik dan virtual di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, KPU RI sudah membuat simulasi pelaksanaan tahapan pilkada sehingga kalaupun tahapan lanjutan pilkada mau ditunda, maksimal harus dimulai pada 15 Juni 2020. Arief juga menegaskan bahwa tidak mungkin mengurangi masa kampanye pilkada karena UU Pilkada menyebutkan bahwa kampanye dimulai tiga hari setelah penetapan pasangan calon.
"Kalau mau mengurangi masa kampanye maka penetapan pasangan calon dimundurkan, dan kalau itu dilakukan, ada dua hal yang tidak memungkinkan yaitu pertama, memproduksi logistik karena beberapa logistik bisa diproduksi setelah paslon ditetapkan seperti surat suara dan formulir sehingga kalau waktunya mepet maka tidak memungkinkan," ujarnya.
Kedua, menurut dia, terkait masa sengketa, karena semakin mepet penetapan paslon dengan pemungutan suara maka akan memungkinkan sengketa diputuskan setelah hari pemungutan suara.
Oleh karena itu kata dia, tidak mungkin memperpendek masa kampanye kecuali pasal dalam UU diubah yaitu kampanye tidak dimulai pada tiga hari setelah penetapan paslon namun ditetapkan saja durasinya misalnya berlangsung dua hingga tiga pekan sebelum masa tenang.
Arief menilai desain tahapan Pilkada serentak 2020 sudah mengurangi durasi masa kampanye dibandingkan dengan pelaksanaan pilkada sebelumnya yaitu pada tahun 2015, 2017, dan 2018.