REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA (AA) - Otoritas Palestina memutus semua perjanjian dengan Israel karena Israel berencana mencaplok sebagian wilayah Tepi Barat yang diduduki.
"Aneksasi ini adalah deklarasi perang terhadap hak asasi manusia Palestina. Kami menolak pemerintah Amerika Serikat sebagai perantara tunggal untuk perdamaian Palestina-Israel," tegas Menteri Luar Negeri Palestina Riad al-Maliki pada Senin.
Israel diperkirakan akan mencaplok bagian-bagian wilayah Tepi Barat pada 1 Juli, sebagaimana disepakati antara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Benny Gantz, ketua Partai Biru dan Putih.
Rencana tersebut telah menuai kecaman internasional karena Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dipandang sebagai wilayah pendudukan di bawah hukum internasional.
Artinya, seluruh permukiman Yahudi di sana --termasuk rencana aneksasi-- ilegal.
Al-Maliki mengatakan otoritas Palestina telah menerima semua resolusi Dewan Keamanan PBB, termasuk Resolusi 242 pada 1967 dan Resolusi 2334 pada 2016.
Dia menegaskan bahwa Israel telah melanggar semua resolusi dan hukum internasional yang relevan, sehingga Palestina menentang pemerintah AS yang secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel sekaligus menolak "Kesepakatan Abad Ini" yang dianggap merongrong solusi dua negara.
Menlu Palestina juga menuding PM Israel Benjamin Netanyahu menjadikan pencaplokan sebagai dalih pembebasan dirinya dari semua tuduhan korupsi yang dia hadapi.