REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI masih menunggu keputusan pemerintah pusat terkait penyesuaian tambahan anggaran, barang, dan/atau jasa untuk melaksanakan Pilkada 2020 dengan standar protokol kesehatan penanganan Covid-19. KPU sudah menyampaikan kebutuhan tambahan anggaran itu harus dipenuhi sebelum tahapan pemilihan dimulai pada 15 Juni 2020.
"Mengenai harapan KPU agar ada kepastian tentang anggaran sebelum tahapan Pilkada lanjutan dimulai juga sudah disampaikan," ujar Komisioner KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi kepada Republika, Ahad (7/6).
Ia mengatakan, pembahasan anggaran akan dilakukan pada rapat gabungan bersama Menteri Keuangan dan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 serta Komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri, serta penyelenggara pemilu baik KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). KPU sudah menyampaikan seluruh kebutuhan standar protokol Covid-19, baik barang maupun jasa dan jumlah anggaran pada saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II pada Rabu (3/6) lalu.
Dalam kesimpulan rapat, ketika menerapkan protokol kesehatan maka diperlukan adanya penyesuaian kebutuhan barang dan/atau anggaran. Menurut Raka, KPU masih menunggu keputusan apakah penyesuaian itu akan dilakukan dalam bentuk barang atau anggaran, atau pun dalam bentuk barang dan anggaran.
Sepanjang hal itu sesuai ketentuan yang berlaku serta mampu menjawab kebutuhan penyelenggaraan Pilkada 2020 yang waktunya sudah dekat. "Kepastian tentang hal itu akan dibahas dalam rapat kerja gabungan nanti. Termasuk bagaimana aturan dan mekanisme atau tata caranya," kata Raka.
Ia menambahkan, jika Gugus Tugas dapat memenuhi kebutuhan barang seperti alat pelindung diri (APD), KPU juga akan terbuka terhadap berbagai solusi. Jika hal itu dimungkinkan, lanjut Raka, tentu KPU bisa lebih fokus dalam penyelenggaraan tahapan, termasuk melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi dan tata kelola tahapan.
Di sisi lain, pengamat dari Lembaga Ilmu Politik Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan, pilkada sudah diputuskan pemerintah dan DPR dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Artinya, secara hukum sudah sah dilaksanakan sehingga pemerintah pusat pun harus menyediakan anggaran sebagai konsekuensi pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi Covid-19.
"Dalam hal Pilkada Desember 2020, mengingat pelaksanaan tahapan pilkada akan dimulai bulan Juni ini juga, mau tak mau Kemenkeu atas desakan Kemendagri dan KPU serta DPR akan memprosesnya dan mencairkannya," kata Siti kepada Republika, Ahad.
"Biasanya penggelontoran uang dari pusat ke daerah mempertimbangkan banyak hal. Lama atau cepatnya anggaran dicairkan tak hanya didasarkan urgen tidaknya anggaran itu diperlukan. Tapi juga karena ada tidaknya yang tersedia untuk itu," lanjut dia.
Sebelumnya, penyelenggara pemilu sudah mengajukan usulan penambahan anggaran penyelenggaraan Pilkada 2020. Baik KPU, Bawaslu, dan DKPP masing-masing mengajukan tambahan anggaran untuk menyesuaikan kebutuhan dengan standar protokol kesehatan penanganan Covid-19 yang dijumlahkan mencapai Rp 5 triliun.
Bawaslu setidaknya mengajukan usulan tambahananggaran pilkada sebanyak Rp 290 miliar. Sementara, DKPP membutuhkan tambahan anggaran Pilkada 2020 di masa pandemi Covid-19 sebesar Rp 39,052 miliar.
Selain itu, KPU mengajukan usulam tambahan anggaran mencapai Rp 4,5 triliun sampai Rp 5,6 triliun. Usulan anggaran dihitung berdasarkan jumlah pemilih per TPS maksimal 500 orang, KPU memperkirakan total TPS sebanyak 311.978 di 270 daerah.
Jumlah TPS itu meningkat dari 253.929 karena pembatasan jumlah pemilih per TPS. Pembatasan jumlah pemilih per TPS dinilai sebagai upaya mencegah antrean dan kerumunan pemilih ketika pemungutan suara.