Senin 08 Jun 2020 00:13 WIB

Pemerintah Diminta Setop Impor APD Medis

Industri Ahli Tekstil Indonesia kritik pemerintah yang senang impor APD.

Rep: Mabruroh, Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Sejumlah perawat bersiaga dengan mengenakan alat pelindung diri (Ilustrasi). Industri Ahli Tekstil Indonesia (IKATSI) meminta agar pemerintah menghentikan impor alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis.
Foto: Antara/FB Anggoro
Sejumlah perawat bersiaga dengan mengenakan alat pelindung diri (Ilustrasi). Industri Ahli Tekstil Indonesia (IKATSI) meminta agar pemerintah menghentikan impor alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri Ahli Tekstil Indonesia (IKATSI) meminta agar pemerintah menghentikan impor alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis. IKATSI memastikan, produk lokal sanggup untuk memenuhi pasokan APD untuk para tenaga kesehatan dan tenaga medis.

"Saya minta supaya setop impor, kita serap industri lokal yang numpuk di gudang, supaya tidak di-PHK teman-teman di gudang, kasihan, lagi zaman susah begini  terus di-PHK," ujar Ketua Umum IKATSI Suharno Rusdi saat dihubungi Republika, Ahad (7/6).

Baca Juga

Menurut Rusdi, pemerintah sekarang ini lebih senang impor APD. Padahal, ketersediaan APD produk dalam negeri banyak dan berlimpah.

Rusdi menuturkan, kebutuhan APD Indonesia sebesar 19 juta potong per bulan, setahun 228 juta potong. Produk lokal mampu memproduksi hingga 375 juta potong. 

"Jadi kalau pemerintah tidak impor sebenarnya kita sudah mampu, karena kemampuan garment kita 2,5 miliar potong setahun," ujar Rusdi.

"Jadi kalau butuh 200 sekian juta, itu produksi kita bisa (memenuhi) asalkan tidak impor. Jadi kasihan itu UKM-UKM tidak terserap, sudah dibuat kan sayang," terang Rusdi. 

Rusdi tidak menampik bahwa bahan baku non-woven dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan APD masih terbatas, yakni hanya satu juta potong setiap bulan. Namun, menurutnya, bahan woven pun tidak kalah berkualitas dan telah lulus uji labolatorium.

"Yang pentingkan speknya, penetrationnya  lebih kecil dari besarnya virus Corona. Selama kita bisa membuat porositi lebih kecil (dari virus) masih tertutup," terangnya.

Pada awal-awal virus mulai menyebar di dalam negeri, Rusdi memaklumi pemerintah kemudian impor APD dari luar. Namun, ia mengatakan, saat ini produksi lokal juga telah mampu memenuhi kebutuhan negara untuk mengirim APD hingga ke pelosok-pelosok negeri.

"Bulan pertama bolehlah kita impor, bulan berikutnya lokal kita bisa. Sekarang kita sudah mampu untuk kedepan tidak masalah. Jadi kalau misalnya hari ini di stop impor, tidak ada masalah lokal akan sanggup untuk mensuplay. Medis non-medis kita bisa," jelasnya. 

Asosiasi tekstil telah mengeluhkan kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang enggan menggunakan produk APD buatan lokal. Namun, Sekretaris Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Farmalkes) Kemenkes Ade Arianti Anaya menyatakan sesuai aturan, kebijakan APD untuk medis harus memiliki izin edar dengan memenuhi persyaratan keamanan dan mutu. 

"Salah satunya tidak tembus droplet darah dan aerosol," ujar Ade saat dihubungi Republika, Ahad (7/6).

Ia menerangkan, untuk bahan baku yang boleh digunakan dapat mengacu pada pedoman APD yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Karena itu, selama APD lokal tersebut memenuhi persyaratan, maka bisa digunakan untuk petugas medis. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement