REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Arkeolog Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Sonny C. Wibisono menyebut Banten mempunyai peran penting dalam sejarah jalur rempah nusantara bahkan dunia internasional. Hal ini dijelaskan dalam diskusi daring yang digelar Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) yang bertajuk Banten jalur rempah nusantara, beberapa waktu lalu.
Jalur rempah sendiri disebutnya mempunyai pengertian yang sama dengan jalur sutera yang lebih dulu dikenal orang. Dua istilah ini adalah nama atau label dari jalur niaga yang mewakili komoditas utama yang dihasilkan, rempah di Asia Tenggara dan Nusantara Selatan dan sutera di China.
"Satu hal yang penting seperti yang dikemukakan Tome Pires kalau Banten adalah tempat lego jangkarnya kapal-kapal, tempat berdagang dan kota yang bagus yang memiliki kapten yang sangat dihormati. Pelabuhannya berdagang dengan Maladewa, portnya adalah salah saty pelabuhan utama dan kota ini memiliki beras dan lada dalam jumlah besar," ujar Sonny C. Wibisono dalam paparannya.
Banten disebutnya juga memiliki pelabuhan yang jadi bagian penting jalur rempah. "Banten memiliki berbagai macam pelabuhan yang hidup pada awal abad 16 yang menurut Tomi Pires bahkan sebelum masa kesultanan Islam," katanya.
Peran Banten sebagai jalur rempah disebutnya terlihat dari surat persahabatan yang dikirimkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa kepada Raja Charles Inggris dengan disertai banyak pemberian rempah. "Dari surat Sultan Abul Fath (Sultan Tirtayasa) pada 1664 disertai 100 bahar lada hitam, 100 pikul jahe sebagai simbol cinta dan persahabatan," ujarnya.
Sonny menuturkan, saat bangsa Eropa masuk ke Banten pada 1596 disebutkan daerah ini menjadi tempat yang makmur, mempunyai kanal yang teratur sehingga mencerminkan tingkat kesejahteraan di Banten kala itu. Banten sebagai jalur rempah penting juga dibuktikan dengan berbagai peninggalan sejarah yang masih bisa ditemukan saat ini.
"Di situs kota lama (Banten lama) kita lihat di Kampung Pamarican itu tempat gudang merica Prancis, mereka sempat membuat turbin dan kincir untuk menggiling rempah dari Banten. Ada juga penemuan berbagai keramik yang menunjukkan Banten menjadi tempat distribusi barang mewah dari berbagai negara," katanya.
Menurutnya, Banten sebagai jalur rempah bahkan bukan hanya pada masa Kesultanan Islam saja, tapi juga sejak masa Kerajaan Sunda. Hal ini dapat dilihat dari berbagai peninggalan yang masih bisa dilihat di Situs Banten Girang yang merupakan kerajaan sebelum era Kesultanan Banten.
"Raja Sunda saat melakukan perjanjian agar membantu melawan kesultanan Islam adalah dengan menukar 1.000 karung lada. Jadi lada ketika itu sudah menjadi komoditi ekspor dan menjadi bagian dari jalur rempah," katanya.
Sonny menekankan, peran Banten sebagai jalur rempah dengan adalah karena keterkaitannya dalam interaksi dengan perdagangan global. Banten sebagai jaringan jalur rempah antarpulau Nusantara dan Banten yang memikiki interaksi dengan perdagangan rempah di wilayah Banten sendiri.
Idham Bachtiar Setiadi dari Tim Substansi Jalur Rempah Kemendikbud menyebut saat ini telah merencanakan program jalur rempah dan telah menjadi program prioritas Kemendikbud. Jalur rempah ini nantinya akan direkonstruksi, direvitalisasi dan direorientasi.
"Jalur rempah ini adalah sebuah program yang diinisiasi oleh Dirjen Pendidikan dan Kebudayaan tapi sudah menjadi program prioritas Kemendikbud. Dalam program ini kita akan berupaya merevitalisasi jalur rempah yang pernah ada, merekonstruksi dan mereorientasi jalur rempah," ungkapnya.
Idham mencontohkan Banten sebagai salah satu jalur rempah yang melalui program ini nantinya akan diketahui lintasan rempahnya. Hal ini agar kedepannya masyarakat bisa diberikan gambaran lengkap tentang jalur rempah dan bahkan menjadi modal dasar untuk merevitalisasi jalur yang saat ini sudah hilang.
"Lintasan ini sudah terdistrupsi oleh modernitas dan penjajahan, jadi memang kita ingin tahu titik-titik lintasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tapi ini juga sebagai modal dasar untuk merevitalisasi jalur rempah," ujarnya.