REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hanung Bramantyo menjadi salah satu sutradara paling produktif di Indonesia dengan 34 film layar lebar tercipta dari tangan dinginnya. Namun siapa sangka, mulanya sutradara film “Bumi Manusia” ini enggan terjun ke industri film.
Dalam perbincangan dengan Mira Lesmana dalam program Cabin Fever yang tayang di akun Instagram Miles Films, ia menceritakan bahwa sejak sekolah dasar ia lebih tertarik dengan seni teater. Itu bermula berkat sang nenek yang sering mendengarkan ketoprak Mahabrata juga menonton ketoprak tobhong di alun-alun Yogyakarta.
Kecintaan Hanung terhadap teater terus berlanjut hingga lulus SMA bahkan setelah kuliah. Hanung yang mengambil jurusan Ekonomi di Universitas Islam Indonesia (UII) itu akhirnya memilih berhenti kuliah dan merantau ke Jakarta demi memperdalam kecintaannya pada seni teater.
“Semester lima saya pindah dan merantau ke Jakarta untuk magang di sanggar teater populer milik maestro Teguh Karya,” kata Hanung.
Bergabungnya Hanung ke sanggar teater Teguh Karya, sekaligus menjadi pintu masuk ke dunia film. Kala itu, Teguh Karya pun menyarankan Hanung memperdalam ilmunya di Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
“Atas saran pak Teguh saya kuliah di IKJ, orang tua juga mau membiayai saya. Tetapi karena krisis moneter, orang tua saya hanya bisa membiayai kuliah sampai semester lima, jadi saya mau tidak mau harus mikir keras bagaimana caranya saya bertahan,” kata Hanung.
Momen kebangkrutan orangtua pada akhirnya membawa Hanung semakin dekat dengan industri film. Demi mendapat penghasilan, ia mulai memproduksi film pendek untuk kemudian dilombakan dan ikut menggarap sinetron.
“Saat aku bikin film pendek pertamaku, itu jujur karena keterbatasan ekonomi. Saya bikin film itu karena ada lomba hadiah pertamanya Rp 5 juta. Sebenarnya enggak ekspektasi dapat juara pertama, target juara 2 atau 3 lah. Tapi ternyata bisa juara 1,” kata Hanung.
Ketika masa transisi dari teater ke film, Hanung pun banyak mengambil pelajaran oleh sosok Teguh Karya. Sang mentor juga merupakan seorang teaterawan, namun mampu membuat sinetron dan film yang berkualitas.
“Saya juga selalu ingat dengan kata-kata senior saya, dia bilang ‘Nung di dalam industri yang besar akan selalu ada orang yang setia pada kesenian dan kebudayaan’. Di situlah titik mula saya fokus berkarya di film,” kata Hanung.
Hanung Bramantyo membuat film layar lebar pertamanya pada 2005 berjudul “Brownies” dan langsung meraih penghargaan Sutradara Terbaik FFI 2005. Ia dikenal sebagai sebagai salah satu sutradara terproduktif. Dalam kurun waktu 15 tahun, Hanung telah membuat 34 judul film layar lebar dan dua di antaranya menduduki tangga 10 film terlaris sepanjang masa. Menjelang akhir 2019, Hanung merilis ‘Bumi Manusia’ dan ‘Habibie & Ainun 3’.