REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menggelar rapat koordinasi dengan Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian dan jajaran, Selasa (16/6). Pertemuan antara PPATK dan Mendagri tersebut untuk meningkatkan koordinasi pencegahan dan pemberantasan pencucian uang (TPPU) dan pendanaan terorisme yang memanfaatkan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP).
Kepala PPATK Dian Ediana Rae menilai perlunya KSP dan USP dilindungi dari kemungkinan masuknya kejahatan, termasuk pencucian uang dan pendanaan terorisme. "Untuk itu pertemuan PPATK dan Kementerian Dalam Negeri dimaksudkan pencegahan dan pemberantasan pencucian uang dan pendanaan terorisme yang memanfaatkan KSP dan USP yang berada di bawah pengawasan Pemerintah Daerah," ujar Dian dalam siaran pers yang disampaikan Humas PPATK, Selasa (16/6).
Dian melanjutkan, pertemuan juga mendiskusikan strategi perlindungan dan pengawasan yang efektif atas Non-Profit Organization (NPO) atau ormas yang rentan digunakan sebagai sarana pendanaan terorisme. Dian menyebut pertemuan koordinasi dengan mendagri hari ini dimaksudkan sebagai upaya bersama untuk menutup semua jalur yang mungkin dipergunakan untuk TPPU.
PPATK, kata Dian, akan terus mengejar uang hasil kejahatan ekonomi yang disimpan di dalam maupun luar negeri secara persisten dan berkelanjutan. Hal ini untuk menjamin stabilitas ekonomi dan sistem keuangan, menjerakan penjahat ekonomi, sekaligus meningkatkan kapasitas fiskal pemerintah.
“Pertemuan dan sinergi dengan Kemendagri adalah bagian penting dari upaya PPATK mendukung penegakan hukum serta menjaga stabilitas dan integritas perekonomian guna membangun sistem ekonomi dan keuangan yang sehat,” kata Dian.
Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian dalam pertemuan menyatakan siap bersinergi dengan PPATK dalam membangun skema pengawasan agar koperasi maupun NPO disalahgunakan sebagai sarana kejahatan. Ia juga berharap, sinergi ini dapat meningkatkan pemahaman terkait penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) dan kewajiban pelaporan kepada PPATK.
Tito berjanji menerbitkan peraturan yang ditujukan kepada seluruh pemerintah daerah untuk meningkatkan pembinaan terhadap seluruh KSP dan USP di daerah masing-masing. Upaya ini kata Tito, sebagai upaya meningkatkan kinerja KSP dan USP, sekaligus melindungi KSP dan USP dari TPPU dan tindak pidana pendanaan terorisme.
“Pengawasan terhadap KSP, USP, perizinan bagi perusahaan properti, pedagang kendaraan bermotor, pedagang perhiasan/emas, akan terus dievaluasi karena masih rentannya berbagai unit usaha tersebut dijadikan sarana bagi pelaku Tindak TPPU dan Pendanaan Terorisme,” kata Tito.
Berdasarkan data Sectoral Risk Assessment yang dihimpun PPATK bersama sejumlah lembaga terkait, terdapat 11.672 populasi yang terdiri atas 7.326 perusahaan/agen properti, 3.305 pedagang kendaraan bermotor, 877 pedagang permata dan perhiasan/logam mulia, dan 49 pedagang barang seni dan antik. Dari total populasi tersebut, baru 1.535 yang sudah teregister di PPATK dengan rincian 1.090 perusahaan/agen properti, 351 pedagang kendaraan bermotor, 27 pedagang permata dan perhiasan/logam mulia, dan 2 pedagang barang seni dan antik.
Pihak yang sudah teregister tersebut telah menyampaikan 3.806 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) selama periode tahun 2012 hingga Juni 2020. Karena itulah, sinergi PPATK dengan Kementerian Dalam Negeri sangat diperlukan guna memperkuat kepatuhan terhadap rezim aturan anti-pencucian uang dan pendanaan terorisme (APU/PPT) dari seluruh pihak tersebut.
Keduanya juga sepakat untuk menindaklanjuti pertemuan ini dengan pertemuan di level teknis guna pembahasan koordinasi pengawasan KSP/USP antara Menkop, Mendagri, PPATK dan Pemda.