Selasa 16 Jun 2020 18:15 WIB

Pembelajaran Jarak Jauh Harus Utamakan Progres Anak

Penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) seharusnya tidak memaksakan kurikulum.

Rep: Inas Widyanuratikah  / Red: Ratna Puspita
Siswa sekolah menengah pertama mengikuti proses belajar jarak jauh yang ditayangkan Stasiun Televisi Republika Indonesia (TVRI) (ilustrasi).
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Siswa sekolah menengah pertama mengikuti proses belajar jarak jauh yang ditayangkan Stasiun Televisi Republika Indonesia (TVRI) (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjelaskan pembelajaran jarak jauh (PJJ) seharusnya tidak memaksakan kurikulum. Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Iwan Syahril mengatakan, hal yang terpenting bagi siswa adalah mengalami kemajuan dalam belajar. 

"Kita perlu memastikan anak itu ada progres, sesuai dengan tingkat perkembangannya, dan tidak dipaksakan kurikulumnya," kata Iwan, dalam telekonferensi, Selasa (16/6). 

Baca Juga

Iwan mengatakan, saat ini di lapangan masih banyak guru yang khawatir tidak bisa menyelesaikan kurikulum di tengah pandemi. Padahal, kata dia, sebenarnya Kemendikbud telah memberi kebebasan untuk guru menyesuaikan pembelajaran yang tepat dilaksanakan selama pandemi masih berlangsung. 

Saat ini, kata dia, yang terpenting adalah bagaimana menjaga keselamatan dan kesehatan peserta didik dan warga sekolah. Kurikulum, kata dia, bisa disesuaikan dengan kondisi yang ada. 

Iwan mengusulkan agar para guru melakukan penilaian kepada muridnya menjelang memasuki tahun ajaran baru. Ia mencontohkan, caranya dengan memberikan materi yang sudah pernah diberikan dan dilihat bagaimana kemampuannya. 

"Mungkin ada hal-hal yang tertinggal, karena beberapa bulan terakhir pembelajaran tidak berjalan seperti yang sebelumnya. Asesmen ini bisa untuk membantu guru dan sekolah untuk mengajar sesuai dengan tingkat pemahaman anak terhadap materi," kata Iwan. 

Ia menjelaskan, perlu ada pembeda antara anak yang banyak tertinggal, sedikit tertinggal, atau tidak tertinggal. Kemudian, tugas guru adalah menjemput anak-anak yang masih tertinggal, karena setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. 

"Ini menjadi sebuah catatan, kurikulum tidak perlu untuk dituntaskan. Yang paling penting adalah progres untuk setiap anak sesuai dengan dimana dia berada," kata dia lagi. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement