REPUBLIKA.CO.ID, Mazhab ini dinamakan sesuai dengan pendirinya, Imam Syafi’i. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i. Mazhab ini muncul pada pertengahan abad ke-2 Hijriah.
Imam Syafi’i memiliki pemikiran fikih yang khas dan berbeda dibandingkan kedua mazhab terdahulunya. Sumber acuan mazhab ini adalah paham dan pemikiran Syafi’i yang dimuat dalam kitabnya, Ar-Risalah, Al-Umm, Ikhtilaf al-Hadits, dan lain-lain. Para ulama mazhab ini mengembangkan kitab-kitab tersebut dengan memberikan penjelasan atau komentar setelahnya.
Seperti dua mazhab lain, mazhab Syafi’i mempunyai dasar Alquran, Sunah, ijma, dan qiyas. Sunah yang diambil sebagai dasar adalah sunah daif yang tidak terlalu lemah, tidak bertentangan dengan dalil yang kuat, dan bukan untuk menetapkan yang halal dan haram atau masalah keimanan.
Dalam mazhab ini, hadis mempunyai kedudukan yang tinggi, bahkan disebutsebut posisinya setara dengan Alquran. Menurut Imam Syafi'i, hadis memiliki kaitan yang erat dengan Alquran. Ia juga berpendapat Rasulullah menetapkan setiap hukum yang pada hakikatnya merupakan hasil pemahaman yang beliau dapat dari Alquran.
Di kalangan penganut mazhab Syafi'I, dikenal metode maslahat, yaitu metode penerapan hukum yang berdasarkan kepetingan umum. Hanya saja, maslahat ini hanya terbatas pada maslahat yang mu'tabarah, yaitu yang secara khusus ditunjuk oleh nas dan maslahat yang sesuai kehendak Allah SWT.