Jumat 26 Jun 2020 00:45 WIB

 Bulog: Ekspor Beras Potensial, Impor Juga Bisa Terjadi

Kewajiban Bulog menjaga stok beras dikisaran 1-1,5 juta ton.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Agus Yulianto
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas)
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, mengungkapkan, masih memiliki peluang ekspor beras melihat besarnya jumlah stok yang masih tersimpan di gudang. Namun, keadaan pun bisa berbalik menjadi impor beras jika produksi beras dalam enam bulan ke depan mengalami krisis.

Buwas, sapaan akrabnya, menuturkan, jika penggunaan beras dalam negeri stabil dan produksi maksimal, Bulog bisa terus menyerap dan memiliki pasokan untuk ekspor beras. Selama kewajiban Bulog menjaga stok beras di kisaran 1-1,5 juta ton terpenuhi, peluang ekspor akan tetap ada.

"Masih (ada peluang). Ketika serapan gabah kita berlebih, ekspor masih bisa," kata Buwas saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (25/6).

Pada Februari lalu Bulog mengatakan, akan mengekspor beras ke Arab Saudi sebanyak 100 ton. Ekspor beras itu sudah dalam tahap persiapan dan dibutuhkan untuk para jamaah haji. Tetapi, rencana itu akhirnya tersendat lantaran pandemi Covid-19 yang melanda dunia dan penyelenggaran haji menjadi tidak menentu.

Namun, keadaan bisa berbalik. Buwas mengatakan, Bulog telah menerima penugasan dari pemerintah untuk menyalurkan bantuan sosial beras ke 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dalam tiga bulan sebanyak 450 ribu ton. Penugasan itu, ada kemungkinan ditambah tiga bulan lagi sehingga total menjadi 900 ribu ton.

Jika itu terealisasi, maka sisa stok beras di gudang Bulog akan berkurang dan tersisa sekitar 500 ribu ton. Sementara, Bulog punya kewajiban menjaga pasokan beras 1-1,5 juta ton. Jika nantinya produksi hampir nihil, Buwas mengatakan setidaknya dibutuhkan impor beras paling banyak 300 ribu ton.

"Kalau memang produksi tidak ada. Tapi, diperkirakan kan ada panen lagi sekitar bulan September-Oktober," kata Budi. Bulog, kata Buwas, akan terus mengoptimalisasi penyerapan gabah di enam bulan terakhir tahun ini.

Meski demikian, dia mengaku, telah menghubungi beberapa negara produsen beras yang biasa mengekspor beras, namun menahan ekspor demi mengamankan kepentingan dalam negerinya. Menurut Buwas, Bulog bisa mendapatkan beras impor, hanya saja harus dipastikan penggunaannya.

Pihaknya tak ingin kebijakan impor beras justru merugikan Bulog seperti yang terjadi tahun 2018 silam. Di mana, impor beras dilakukan nyatanya tidak optimal penggunaannya dan hanya tersimpan di gudang hingga saat ini. "Barang itu sampai hari ini tersisa dan menghambat Bulog untuk penyerapan gabah petani," kata dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement