REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memastikan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) akan beroperasi pada 2021. Operasional BP Tapera telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera yang telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2020.
Tapera diharapkan menjadi solusi mengatasi backlog perumahan dengan penyediaan dana murah jangka panjang dan berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan yang terjangkau dan layak huni, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Skema Tapera bisa menjadi angin segar terutama mereka yang belum punya rumah.
Namun di saat pandemi seperti ini, iuran Tapera dinilai bisa menyebabkan situasi yang kontroversial. Diskusi membedah arah dan kebijakan Tapera, digelar secara virtual oleh Majalah Property&Bank, yang dipandu Pemimpin Redaksi Majalah Property&Bank, Ir. Indra Utama, serta mantan Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI), Soelaeman Soemawinata, pada Jumat (26/6) lalu.
Virtual meeting bertajuk Ngopi Sore Bareng Jurnalis ini, bertema Mau Di Bawa Kemana Tapera, juga menghadirkan sejumlah pembicara kompeten. Antara lain Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko Djoeli Heripoerwanto, Komisioner BP Tapera, Adi Setianto, Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) PUPR, Arief Sabaruddin, Head of Retail PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Hermita Akmal, dan Executive Vice President PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Suryanti Agustinar.
Sebagai pembicara awal, Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko Djoeli Heripoerwanto mengatakan, proses pasokan penyediaan perumahan untuk masyarakat tidak berubah. Meski ada Badan Pengelola ( BP) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). "Dengan adanya Tapera, proses ini (penyediaan perumahan) tidak akan berubah. Itu yang penting," tegas Eko saat memaparkan outline pembahasan Tapera, seperti dalam siaran persnya.
Eko menegaskan, kehadiran BP Tapera bukan berarti proses pasokan dalam penyediaan rumah masyarakat jadi lebih mudah dan cepat. Eko mengakui ada pihak yang mengharapkan rantai pasok penyediaan perumahan bakal lebih mudah karena bakal banyak diurus BP Tapera.
“Banyak yang mengharapkan BP Tapera ada terus kemudian proses dipermudah misalnya tanah, misalnya desain, pengennya menghindari ketentuan atau pedoman teknis, kemudian perizinan lebih cepat,” ucapnya.
Eko menjelaskan kondisi di Perbankan termasuk akad serah terima kunci bakal tetap sama. Ia menegaskan BP Tapera fokusnya mayoritas ada di pembiayaan. “Akan aneh kalau BP Tapera diminta bereskan ini (Rantai pasok penyediaan perumahan). BP Tapera hanya support dari sisi pembiayaan saja,” ujar Eko.
Sementara, Komisioner BP Tapera, Adi Setianto menjelaskan, pihaknya dalam menjalankan program bakal mengedepankan asas gotong royong. Ia mencontohkan asas tersebut seperti yang saat ini diterapkan di BPJS Kesehatan.
“Contoh sederhananya gini, BPJS Kesehatan yang mampu tetap ngiur (bayar iuran) tapi jarang memakai fasilitas. Jadi uang yang dikumpulkan ini, dipakai yang kurang mampu, kira-kira seperti itu,” kata Adi.
Ia menjelaskan masyarakat yang mempunyai penghasilan di atas Rp 8 juta dan sudah mempunyai rumah tetap disimpan di BP Tapera dalam bentuk tabungan. Dana tersebut, terangnya, akan dikelola dan dikembangkan dengan baik.
“Hasilnya, ya kita kembalikan kepada penabung. Tapi, selama mereka belum makai, dananya kita bisa pinjamkan dananya ke golongan MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) yang menerima manfaat, kira-kira seperti itu,” jelas pria kelahiran Surabaya, 7 Mei 1961.
Mantan Direktur PT Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Negara Indonesia (BNI) ini menegaskan, dalam menjalankan BP Tapera harus mempunyai unsur kebermanfaatan kepada masyarakat yang disasar. Ia menuturkan pihaknya juga tidak terlalu memikirkan motif mendapatkan profit.
“Ini nirlaba, nirlaba yang kami lembaga yang dibentuk profit motif. Jadi untuk mengelola BP Tapera, kami diberikan dana modal awal pemerintah Rp 2,5 triliun itu kita kelola dana itu dipakai untuk operasional BP Tapera,” terangnya. “Jadi, murni hasil tabungan yang kita kelola di BP Tapera, dikelola kembali ke mereka yakni masing-masing peserta,” tegasnya.
Hal senada pun dilontarkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (BLU PPDPP). BLU PPDPP menyalurkan dana bantuan perumahan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Pada 2020, pemerintah menempatkan anggaran penyaluran FLPP sebesar Rp 11 triliun, yang terdiri dari Rp 9 triliun DIPA 2020 dan Rp 2 triliun dari pengembalian pokok untuk 102.500 unit rumah. Tercatat hingga 18 Juni 2020, penyaluran FLPP pada tahun ini telah mencapai Rp 6,87 triliun untuk 67.982 unit rumah, atau telah mencapai 66,32 persen. Sehingga total penyaluran FLPP sejak tahun 2010 hingga 12 Juni 2020 mencapai Rp 51,24 triliun untuk 723.584 unit rumah.
Proses penyalurannya dilaksanakan dengan mengedepankan teknologi informasi melalui aplikasi Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (SiKasep) dan Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (SiKumbang).
Direktur Utama Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian PUPR Arief Sabaruddin mengungkapkan, inovasi yang dikembangkan tersebut merupakan salah satu percepatan kesediaan hunian dalam mempertemukan supply dan demand.
"Kita fokus pada berapa besarnya supply hunian. Potensi dan dukungan aktif para asosiasi pengembang luar biasa dalam memberikan data. Saya apresiasi pengembang yang mendaftarkan terus perumahannya ke Sikumbang. Sehari rata-rata lebih dari seribu hunian didaftarkan di aplikasi ini," tuturnya.
Sejumlah perbankan pun menyambut baik jelang pengoperasian Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat pada awal 2021. Head of Retail PT Bank Negara Indonesia (Persero) (BRI) Tbk. Hermita Akmal mengatakan bahwa BNI sudah siap lantaran sebelumnya juga sudah berpengalaman mengurusi dana perumahan pegawai negeri sipil dari skema Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum).
“Saya melihatnya kalau ASN (aparatur sipil negara) didahulukan malah lebih bagus, bisa adaptasi dulu, trial and error, supaya bisa berjalan lancar,” ungkap Hermita. Apalagi, menurutnya, program ini bisa lebih baik dari program Bapertarum karena juga bisa digunakan selain untuk membeli rumah, juga bisa untuk merenovasi dan membangun rumah.
“Dari sisi perbankan sangat men-support, apalagi melihat bahwa dari sekian banyak (anggaran) yang disediakan yang terserap baru 12 persen untuk PNS, berarti banyak PNS yang banyak belum punya rumah. Program ini diharapkan bisa memaksimalkan penyerapannya,” kata Hermita.
Agar masyarakat lebih tertarik mengikuti tapera, ada baiknya pemerintah juga membuat relaksasi bagi peserta yang ingin mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) sehingga semua bisa dapat rumah dengan proses yang tidak berbelit-belit.
“Nah, relaksasinya apa saja? Ini perlu dirembuk bareng lagi. Intinya, perbankan sangat support,” ujarnya.
Sementara itu, Executive Vice President PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Suryanti Agustinar mengatakan bahwa BTN sudah siap menjadi pusat finansial lantaran sudah mempunyai data lengkap tentang kondisi perumahan dan penyebarannya.
“Jadi, kami bisa tambah sinergi dengan PPDPP (Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan). BP Tapera akan melakukan pengelolaan dan juga pemupukan. Kami berharap selain untuk pemanfaatan, kami bisa menjadi tempat pemupukan dana,” bilangnya.
Sebagai bank yang juga fokus pada pemenuhan program sejuta rumah, tapera diharapkan juga bisa memperbesar pasar perumahan menengah bawah untuk kalangan di atas masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sekalipun dengan menyediakan bunga yang tetap rendah.
“Kami sudah mempersiapkan diri karena segmennya akan bertambah. Dukungan yang kami butuhkan adalah bagaimana untuk masalah regulator untuk rencana pengalihan FLPP ke BP Tapera,” tuturnya. Suryanti juga mengusulkasn agar pemerintah nantinya masih harus memerincikan mekanisme pengalihan dari FLPP, mekanisme kepesertaan bagi MBR yang sudah mendapat manfaat FLPP, dan tentang pedoman pengelolaan tapera.
Sebagai penutup, Indra berharap webinar ini bisa memberikan dampak kebijakan yang positif kepada stake holder serta masyarakat. "Ngopi Sore Bareng Jurnalis ini sengaja kami gagas, sebagai sarana komunikasi dan sosialisasi program pemerintah, asosiasi serta perusahaan kepada stakeholder, juga masyarakat umum. Dari webinar ini, diharapkan semua memahami arah kebijakan yang diambil dan bagaimana stakeholder menjalankan sekaligus mengawasinya," pungkas Indra yang juga Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi Agen Real Estat Andalan Indonesia (Lsp Area Indonesia).