Senin 29 Jun 2020 09:45 WIB

Soal Video Jokowi Marah, Saleh: Presiden Ingin Publik Tahu

Pidato sengaja dipublikasikan melalui akun resmi sekretariat presiden.

Presiden Jokowi saat menyampaikan pidato di Sidang Paripurna Kabinet.
Foto: istimewa/tangkapan layar
Presiden Jokowi saat menyampaikan pidato di Sidang Paripurna Kabinet.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Video tentang Presiden Joko Widodo yang terlihat menyampaikan ketidakpuasannya atas kinerja menteri, menurut Wakil Ketua Fraksi PAN Saleh Daulay, memang sengaja dipublikasikan. Jokowi dianggap sengaja membiarkan video tersebut karena ingin masyaraat tahu.

Saleh berpendapat bahwa apa yang disampaikan presiden ini sangat serius. Buktinya, pidato tersebut sengaja dipublikasikan melalui akun resmi sekretariat presiden. "Ini menandakan bahwa presiden ingin menyampaikan ke masyarakat bahwa beliau peduli dengan apa yang sedang terjadi di Indonesia, terutama terkait dengan persoalan Covid-19 dan ekonomi masyarakat secara luas,” kata Saleh dalam pesan Whatsapp kepada republika.co.id, Senin (29/6).

Kalau tidak mau diketahui publik, Saleh melanjutkan, tidak mungkin hal tersebut dipublikasikan seperti itu. Saleh menduga ada maksud dan tujuannya dari dipublikasikannya video tersebut. "Kita tunggu saja bagaimana kelanjutannya. Semoga saja presiden menemukan jalan yang terbaik dalam mengatasi berbagai persoalan yang ada,” ungkapnya.

Saleh mengapresiasi peringatan Presiden Jokowi terkait lambannya penyerapan anggaran di Kementerian Kesehatan. Hal yang disampaikan presiden tersebut, menurut dia, juga menjadi perhatian Komisi IX DPR. Dalam dua kali rapat kerja terakhir, persoalan penyerapan menjadi perbincangan hangat di Komisi IX DPR.

Dalam paparan Menteri Kesehatan, menurut Saleh, tingkat penyerapan masih berada pada posisi 47 persen. Masih ada 53 persen lagi yang belum terserap. Dari 47 persen yang terserap, kelihatannya malah yang paling banyak diserap justru anggaran BPJS Kesehatan. Itu artinya, masih banyak pekerjaan yang harus dituntaskan oleh Kemenkes.

Selain itu, Saleh menerima laporan bahwa insentif tenaga medis yang menangani Covid-19 belum dibayarkan secara keseluruhan. Sampai sejauh ini, baru insentif dibayarkan sekitar 40 persen. Sementara itu, 60 persen lagi masih menunggu verifikasi data dari daerah.

“Kalau penyerapannya rendah seperti ini, uang tentu tidak akan beredar di masyarakat. Daya beli masyarakat otomatis akan turun. Akibatnya, akan terjadi krisis seperti yang dikhawatirkan presiden,” ungkapnya.

Alasan Kemenkes yang menyebut bahwa rendahnya penyerapan karena adanya Covid-19 tidak bisa diterima. Pasalnya, Covid-19 ini tidak jelas akan sampai kapan berakhirnya. "Kalau tidak berakhir sampai akhir tahun, lalu apakah anggaran-anggaran yang ada dibiarkan tidak terserap? Lalu, untuk apa pembahasan anggaran tahun 2021? Apa tidak cukup memakai dana sisa yang tidak terpakai di tahun 2020?” kata Saleh.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement