Selasa 30 Jun 2020 08:56 WIB

Indonesia Masih Obati Pasien Covid-19 Pakai Hydroxychloroqui

BPOM memberikan izin hydroxychloroquine untuk beredar dengan kriteria tertentu. 

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Petugas menunjukkan obat Chloroquine
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Petugas menunjukkan obat Chloroquine

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia ternyata masih menggunakan hydroxychloroquine untuk pengobatan pasien Cocid-19 pada kondisi khusus. Penggunaan obat ini diklaim sangat terbatas karena termasuk dalam obat keras.

Obat tersebut diberikan izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk beredar dengan kriteria tertentu. Direktur Registrasi Obat BPOM Rizka Andalucia mengatakan obat keras ini hanya dapat dibeli dengan resep dokter dan digunakan sesuai petunjuk dokter.

"Hydroxycloroquine ini diberikan oleh BPOM izin penggunaan dalam kondisi emerjensi atau yang kita kenal dengan nama emergency use authorization," kata Dokter Rizka dalam keterangan pers yang diterima Republika, Senin (29/6).

Selain hydroxycloroquine, ada cloroquine dan dexamethasone yang merupakan obat dengan izin edar oleh BPOM untuk indikasi non-covid. Ketiga obat tersebut termasuk kategori obat keras. Pada kemasaan peredarannya, obat keras memiliki logo ‘k’ dengan lingkaran berwarna merah.

Mengenai syarat dan kondisi penggunaannya, Rizka menyebut obat tersebut diberikan dengan pengujian uji klinik dan selanjutnya dilakukan pemantauan terhadap keamanan obat. Kedua, obat tersebut hanya dapat digunakan selama masa pandemi.

"Ketiga, dilakukannya peninjauan ulang setiap kali terdapat data terbaru terkait efektivitas atau khasiat dan keamanan dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap obat tersebut.

Walau demikian, ia mengklaim hasil studi Universitas Oxford menyebut Hydroxychloroquine sebagai recovery trial. Studi ini bertujuan untuk mengetahui kebermanfaatan dari hydroxycloroquine. Berdasarkan studi tersebut, saat ini emergency use authorization untuk hydroxycloroquine sudah diberhentikan oleh WHO dan FDA (Badan POM Amerika Serikat).

"Hasilnya memang menunjukkan tidak bermakna dibandingkan dengan yang tidak diberikan hydroxycloroquine. Tetapi kondisi dan pasiennya berbeda. Oleh karena itu, untuk sementara waktu kami masih memberlakukan emergency use authorization," ucap Rizka.

Rizka mengatakan, penelitian terkait obat ini masih dilakukan oleh perhimpunan profesi. Ketika hasil dari penelitian sudah muncul dan terbukti menunjukkan ketidakbermanfaatan emergency use authorization terhadap hydroxycloroquine akan dihentikan.

"Kami mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menggunkan atau mendapatkan, baik hydroxycloroquine, cloroquine, maupun dexamethasone secara bebas, harus dengan resep dokter dan di bawah pengawasan dokter," pungkas Rizka.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement