Rabu 01 Jul 2020 19:43 WIB

Ini Kritik Din Syamsuddin Terhadap RUU Pemilu

Revisi UU Pemilu tiap 5 tahun sekali hanya mengakomodasi kepentingan partai politik.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Mantan ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin
Foto: Republika/Fuji Eka Permana
Mantan ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mengkritik pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang dilakukan setiap lima tahun sekali. Ia mengatakan pembahasan RUU Pemilu terkesan hanya untuk mengakomodasi kepentingan sejumlah partai politik.

"Muncul suudzon bahwa pembahasan demi pembahasan RUU Pemilu yang selalu direvisi per lima tahun, lebih banyak untuk parpol-parpol melanggengkan posisinya," ujar Din dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi II DPR, Rabu (1/7).

Baca Juga

Seharusnya, revisi UU Pemilu merupakan bagian dari konsolodasi demokrasi. Jika dilakukan hanya untuk kepentingan parpol, ia menilai akan banyak yang kecewa dengan keputusan tersebut.

"Kami berharap UU Pemilu ini merupakan bagian yang bersifat instrumental dalam konsolidasi demokrasi, karena memang sebagi pengantar," ujar Din.

Untuk itu, ia meminta adanya kesamaan visi dan misi dari DPR terkait UU Pemilu. Dengan demikian, regulasi tersebut dapat berlaku dalam jangka panjang untuk mengakomodasi demokrasi yang lebih baik.

Dia berharap demokrasi tak hanya menjadi ritual politik lima tahunan, melainkan menjadi salah satu instrumen dalam mewujudkan keadilan sosial. "Demokrasi harus bersifat instrumental, tak hanya ritual politik. Instrumental untuk mewujudkan keadilan sosial," ujar letua Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (DN-PIM) itu.

Ia juga mengusulkan adanya omnibus law sistem politik di Indonesia. Di mana nantinya, menggabungkan sejumlah undang-undang, seperti UU Pemilu, UU Pilkada, UU MD3, dan UU Partai Politik. "Saya terus terang ketika membaca 700-an pasal (RUU pemilu), tebal sekali ya. Kenapa tidak diusulkan saja semacam omnibus law politik," ujar Din. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement