REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, menyatakan, Amerika Serikat (AS) harus memberi kompensasi kepada Iran atas kerusakan yang disebabkan oleh pemberlakukan kembali sanksi. Tuntutan itu berlaku bagi Washington, meski nantinya presiden kemungkinan berganti pada pemilihan November mendatang.
"Pada 2021, Presiden Trump atau presiden lain akan duduk di Gedung Putih, siapa pun yang duduk di sana, tanggung jawab dari pemerintah sebelumnya, termasuk untuk kerusakan pada rakyat Iran dan ekonomi, akan diteruskan kepadanya", kata Zarif, dikutip dari Sputniknews.
Pemerintah AS, menurut Zarif, harus mengkompensasi kerusakan dan kembali ke perjanjian internasional yang sudah dibuat. Dia merujuk pada Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) yang disepakati bersama pda 2015 dengan China, Prancis, Jerman, Rusia, dan Inggris.
Sebelum pernyataan Zarif muncul, Presiden Iran, Hassan Rouhani, mengatakan Teheran akan bernegosiasi dengan Washington hanya dalam kerangka kesepakatan nuklir. Pembicaraan itu pun dapat terjadi dengan syarat pembayaran kompensasi atas kerusakan atas sanksi yang diberlakukan kembali. Dia menekankan bahwa kerugian Iran akibat sanksi AS sekitar 50 miliar dolar AS atau sebanding dengan dua anggaran negara tahun lalu.
Washington telah menerapkan kembali sanksi terhadap Teheran setelah penarikannya pada Mei 2018 atas JCPOA. Keputusan itu membuat AS kembali memberlakukan sanksi kepada Iran dengan menargetkan industri minyak dan logam, sektor keuangan dan perbankan, pengembangan perdagangan dan senjata, serta larangan perjalanan dan pembekuan aset.