Rabu 08 Jul 2020 13:42 WIB

Gugus Tugas Kepri Bantah Ada Bisnis Rapid Test

Gugus Tugas menilai biaya rapid test Rp 400 ribu sudah sesuai prosedur.

Petugas memeriksa hasil rapid test (ilustrasi).
Foto: Edi Yusuf/Republika
Petugas memeriksa hasil rapid test (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG  -- Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Kepulauan Riau membantah isu ada bisnis di balik kebijakan pemeriksaan cepat melalui rapid test. Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kepri, Tjetjep Yudiana, di Tanjungpinang, Rabu, menegaskan, biaya rapid test atau tes cepat yang ditetapkan di Rumah Sakit Raja Ahmad Thabib (RSUP Kepri) sekitar Rp400 ribu bukan untuk kepentingan bisnis, melainkan sesuai dengan prosedur.

Harga satu paket alat tes cepat antibodi yang dipergunakan sekitar Rp200 ribu. Namun perlu ditambah biaya lainnya seperti alat pelindung diri yang dipergunakan tenaga kesehatan saat memeriksa orang membutuhkan orang surat bebas Covid-19 untuk ke luar kota.

Baca Juga

Ia mengakui alat tes cepat itu diimpor dari negara lain. Namun Tjetjep tidak menyebutkan asal negara yang memproduksi alat tersebut. Sementara harga alat tes cepat Rp70 ribu merupakan produk nasional, yang belum beredar luas

Pemprov Kepri sendiri sudah memesan alat tes cepat produk nasional, namun belum ada kepastian pengiriman ke Kepri. "Biaya pemeriksaan rapid test antibodi tidak dapat dihitung hanya berdasarkan harga pembelian rapid test, melainkan juga dibebani dengan biaya pengadaan alat pelindung diri," katanya.

Tjetjep mengemukakan biaya tes cepat hanya dikenakan kepada orang-orang yang memiliki kepentingan pribadi untuk ke luar daerah. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak mungkin dapat menanggung biaya tes cepat untuk masyarakat yang memiliki kepentingan pribadi ke luar daerah karena anggaran yang dibutuhkan terlalu besar.

Namun tes cepat terhadap orang-orang yang ke luar daerah dalam urusan kedinasan untuk kepentingan pemerintah dan negara maupun sekolah tidak dikenakan biaya.

Sebagai contoh, santri yang ke luar dengan tujuan ke pondok pesantren, tidak dikenakan biaya. Tujuan pemerintah yakni menekan biaya pengeluaran orang tua sehingga pendidikan berjalan lancar. "Kami berharap ini dipahami oleh masyarakat," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement