REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menjelaskan bagaimana proses pelacakan kontak erat pasien terkonfirmasi positif Covid-19 ataupun orang berstatus probable, dilihat dari periode waktu munculnya gejala. Seperti diketahui, istilah kontak kerat baru saja dikenalkan pemerintah untuk menggembarkan pihak-pihak yang sempat melakukan kontak dekat dengan pasien positif Covid-19 bergejala, tanpa gejala, atau dengan individu probable.
Bagaimana bentuk kontak dekat yang dimaksud? "Bisa berupa kontak dekat tatap muka tanpa perlindungan masker dengan kasus positif Covid-19 atau probable pada jarak kurang dari 1 meter dan dalam waktu lebih dari 15 menit. Kalau ini terjadi pada satu orang, maka dia masuk dalam kriteria kontak dekat yang memiliki risiko tertular Covid-19," Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, Kamis (16/7).
Selain itu, kontak dekat bisa berupa sentuhan fisik secara langsung dengan kasus positif Covid-19 ataupun individu probable. Misalnya bersalaman, berpegangan tangan, atau sentuhan lainnya.
Kontak dekat juga bisa melekat pada orang-orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus positif Covid-19 atau individu probable tanpa menggunakan APD yang memenuhi syarat.
"Ini masuk dalam kontak dekat. Ini penting karena dalam survei epidemiologi maka kelompok ini harus mendapat perhatian khusus," kata Yurianto dalam keterangan pers, Kamis (16/7).
Kemudian, pelacakan kontak erat pun terbagi menjadi dua jendela waktu. Kontak erat untuk kasus positif Covid-19 yang bergejala dan individu problable dilakukan dengan mencari siapa saja pihak yang sempat melakukan kontak dekat dalam rentang dua hari sebelum gejala muncul sampai 14 hari setelah gejala timbul.
Sedangkan kontak erat untuk kasus positif Covid-19 yang tanpa gejala, dilakukan dengan mencari siapa saja pihak yang sempat melakukan kontak dekat terhitung sejak dua hari sebelum pengambilan spesimen hingga 14 hari setelahnya.
"Inilah periode yang bisa kita identifikasi siapa saja yang jadi kontak erat. Ini menjadi penting karena inilah kelompok yang harus kita identifikasi dengan jelas saat melakukan tracing secara masif," katanya.
Hari ini pemerintah merilis ada penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 1.574 orang dalam 24 jam terakhir. Dari jumlah tersebut, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan angka kasus baru harian tertinggi yakni 312 orang.
Menyusul kemudian Jawa Tengah dengan 214 kasus baru, Jawa Timur dengan 179 kasus, Sulawesi Selatan dengan 178 kasus, dan Kalimantan Selatan dengan 133 kasus.
Dengan penambahan kasus hari ini, maka angka kumulatif kasus positif Covid-19 di Indonesia menyentuh 81.668 kasus.
Yuri menyebutkan, hasil identifikasi epidemiologi menunjukkan bahwa penambahan kasus Covid-19 paling banyak terjadi di lingkungan kerja yang kualitas sirkulasi udaranya buruk. Risiko penularan semakin tinggi bila ruangan kerja hanya bergantung pada sistem pendingin ruangan tanpa ada sirkulasi.
"Apalagi kalau kurang disiplin jaga jarak. Dan menganggap karena berada di ruang kerja yang sudah akrab maka gunakan masker tidak perlu," kata Yurianto.
Yurianto pun kembali mengingatkan agar masyarakat mengenakan masker saat berkegiatan di luar rumah, terlebih di tempat kerja. Hal ini menyusul hasil kajian di atas yang menyebutkan bahwa tempat kerja menjadi tempat penularan paling ampuh.
"Sekalipun di kantor dengan orang yang sudah terbiasa bertemu, kita harus ingat bahwa mereka berasal dari lingkungan dan risiko yang berbeda dengan kita," katanya.
Dari penambahan kasus hari ini, ada 17 provinsi yang melaporkan tambahan kasus kurang dari 10 orang. Bahkan ada enam provinsi dengan nol kasus baru, seperti Bangka Belitung, Jambi, Kalimantan Utara, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Timur.
Jumlah pasien yang sembuh dari Covid-19 pun tercatat semakin banyak. Hari ini tercatat ada 1.295 pasien sembuh, sehingga jumlahnya menjadi 40.345 orang. Sementara pasien yang meninggal dunia dengan status positif Covid-19 bertambah 76 orang pada hari ini, sehingga jumlahnya menjadi 3.875 orang yang meninggal dunia.