Sabtu 01 Aug 2020 19:41 WIB

Seharusnya Saya Mendikbud (Bagian 1)

Seharusnya tak ada pendidikan gratis tapi pendidikan bayar seikhlasnya

Pendiri Klinik Pendidikan MIPA Ridwan Hasan Saputra.
Foto: Dok istimewa
Pendiri Klinik Pendidikan MIPA Ridwan Hasan Saputra.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Hasan Saputra, Pendiri Klinik Pendidikan MIPA

Baca Juga

JAKARTA -- Judul tulisan ini untuk memancing orang membaca tulisan saya, seperti halnya tulisan pertama saya yang berjudul “Seandainya Saya Mendikbud” di Republika online yang membahas tentang solusi pendidikan di era pandemi Covid-19, dimana tulisan tersebut mendapat banyak komentar positif. Seperti yang saya sampaikan pada tulisan pertama, kalau saya jauh dari kepantasan untuk menjadi Mendikbud.

Pada tulisan kedua ini saya tidak akan membahas tentang pernyataan Mas Nadiem mengenai sekolah negeri untuk orang ekonomi rendah. Pada tulisan ini saya akan membahas hal yang lebih penting yaitu solusi masalah guru honorer, kekurangan guru, zonasi, sekolah swasta bisa bertahan di era pandemi Covid-19 dan pendidikan agama.  

Tulisan kedua ini akan menggunakan beberapa istilah pada tulisan pertama, sehingga diharapkan para pembaca juga membaca tulisan pertama jika belum membacanya. Mari kita kembali ke tema utama, Seharusnya Saya Mendikbud, karena saya akan membuat aturan:

Solusi guru honorer

1. Saya menghilangkan Pendidikan Gratis karena kebijakan ini telah mengurangi kreativitas guru dan Kepala Sekolah serta memberatkan Dinas Pendidikan. Selain itu kebijakan ini telah menghilangkan budaya gotong royong di kalangan orang tua untuk membantu dunia pendidikan.

Saya akan mengubahnya dengan Pendidikan Bayaran Seikhlasnya. Konsepnya adalah yang miskin bisa gratis dan yang kaya bisa membayar sesuai dengan kemampuannya. Cara berpikirnya tentang bayaran seikhlasnya adalah sebagai bagian dari bentuk terima kasih, infak, sedekah dan wakaf, sehingga motivasi bayaran seikhlasnya ini bisa menjadi ibadah dan mendapat balasan dari Allah berupa rezeki tak disangka. Uang bayaran seikhlasnya ini tidak masuk ke sekolah tersebut dan tidak dikelola sendiri oleh sekolah tersebut, tetapi uang ini akan masuk dan dikelola oleh sebuah lembaga baru yang dibentuk, namanya Majelis Keuangan Pendidikan Kota/Kabupaten (MKPK) dan Majelis Keuangan Pendidikan Provinsi (MKPP). 

Selanjutnya akan saya singkat keduanya menjadi MKP.  Pembayaranya bisa dilakukan melalui  transfer langsung ke no rekening lembaga atau melalui sekolah dengan pencatatan yang rapi, atau memasukannya ke dalam kotak amal (keropak). Dalam pembayaran ini konsepnya seperti pembayaran uang SPP pada lembaga-lembaga pendidikan yang mempunyai berbagai cabang, hanya di sini bayarannya seikhlasnya. Dalam pendidikan bayaran seikhlasnya, tagline yang dibangun bukan Pendidikan Murah tetapi Pendidikan Berkah. Pendidikan Berkah Insya Allah menghasilkan manusia Sholeh dan Berkualitas.

2. Majelis Keuangan Pendidikan beranggotakan para ketua Baznas dan Laznas  (Badan/Lembaga Amil Zakat Nasional), ketua lembaga-lembaga filantropi dalam keuangan di kotanya/kabupaten, ditambah dari dinas pendidikan dan tokoh masyarakat yang peduli pendidikan dan para dermawan. Tujuan menjadikan orang-orang ini sebagai anggota MKP adalah agar mudah untuk mengumpulkan dana bagi MKP. 

Semua anggota MKP ini tidak digaji. Ketua MKP dipilih diantara ketua Laznas-laznas, Baznas, lembaga filantropi yang paling kompeten, jujur dan amanah. Ketua dan tim operasionalnya harus digaji.MKP ini lembaga otonom di bawah pengawasan kepala daerah.

Selain mendapat pemasukan dari iuran pembayaran seikhlasnya, MKP ini mendapat bantuan dari pemda melalui BUMD, saya akan meminta kepala daerah untuk membuat aturan agar BUMD memberikan sahamnya sebesar lima persen untuk pendidikan dan memberikannya kepada MKPK. Kemudian saya meminta Pemda membuat aturan agar setiap perusahaan yang beroperasi di wilayahnya wajib memberikan sumbangan tiap bulan untuk pendidikan dan disalurkan kepada MKP.

Saham dan sumbangan ini bisa dianggap infak, sedekah atau wakaf supaya bisa bernilai ibadah. Uang yang terkumpul ini insya Allah sangat besar. Dan akan digunakan untuk membayar gaji guru honorer negeri dengan nilai yang layak dan membantu gaji guru sekolah swasta yang gajinya masih belum layak. Uang di MKP ini juga digunakan untuk membina guru honorer agar lebih profesional.

MKP pun menggalakan program wakaf dan infak kepada masyarakat di wilayahnya dan orang tua siswa, sehingga ketika ada sekolah yang perlu perbaikan fasilitas atau membuat sebuah kegiatan, maka tidak perlu menunggu bantuan pemerintah. MKP juga membuka peluang anggota masyarakat untuk melakukan wakaf produktif yang hasilnya digunakan untuk membantu kepentingan guru honorer.

MKP pun bekerjasama dengan berbagai pihak seperti rumah sakit, pengusaha properti, toko online, lembaga asuransi, dana pensiun, dan lainnya supaya guru honorer bisa mendapat fasilitas kesehatan yang baik, kredit rumah murah, sembako murah, dana pensiun dan lainnya. Insya Allah jika guru honorer sudah mendapat gaji yang layak dan hidup sejahtera, mereka akan fokus mengajar dan tidak menuntut lagi jadi PNS. Guru Honorer ini nantinya menjadi guru milik Pemda yang bisa menjadi Kepala Sekolah di daerah tersebut.

3. Saya ingin mengomentari tentang nama guru honorer, secara  nama sangat bertolak belakang dengan kenyataan. Seharusnya guru honorer ini adalah guru terhormat tetapi kebanyakan kondisinya malah tidak terhormat. Dengan konsep yang saya sarankan di atas, saya ingin mengganti nama guru honorer dengan nama guru profesional, karena guru-guru ini akan mendapat gaji yang layak dari MKP. 

Sesuai dengan namanya maka guru honorer ini harus di tes ulang untuk menguji profesionalismenya, sebab untuk menjadi guru honorer sebelumnya prosesnya sangat mudah, sehingga guru honorer belum teruji keprofesionalismeannya. Hasil tes guru honorer untuk menentukan tingkat profesionalisme guru, bagi guru yang masuk kategori profesional baik, akan mendapat gaji yang lebih besar dari guru yang kategori profesional kurang.

Guru yang masuk kategori profesional kurang ini harus menerima keputusan tersebut karena uang yang digunakan untuk menggaji adalah uang umat. Hal yang dilakukan guru tersebut adalah ikut pembinaan dan belajar, belajar dan terus belajar supaya menjadi guru profesional baik. Insya Allah konsep ini akan membuat pendidikan di daerah lebih maju.

4. Jika ada pertanyaan bagaimana dengan dana BOS? Jawabannya adalah jika dana bos tetap ada maka dana BOS diutamakan untuk membangun infrastruktur pembelajaran digital ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Supaya pembelajaran digital gratis, sehingga para guru dan murid tidak perlu lagi diberi fasilitas pulsa atau paket data untuk kepentingan belajar. Sebab penggunaan dana bos untuk pulsa atau paket data dalam jangka panjang selain tidak efektif juga tidak akan cukup.

Pembangunan  Infrastruktur ini harus bekerjasama dengan BUMN telekomunikasi. Harapannya BUMN ini juga bisa membuat platform versi Indonesia, nanti harus ada Youtube, Facebook, WhatsApp, Google dan Zoom versi Indonesia. Supaya biaya pendidikan Indonesia di era digital nanti jauh lebih murah dan semua dana yang ada kembali ke dalam negeri.

Solusi kekurangan guru dan zonasi

1. Langkah untuk mengurangi kekurangan guru yang pertama kali saya lakukan adalah mengurangi jumlah kepala sekolah khususnya di tingkat Sekolah dasar, jadi setiap sekolah belum tentu ada kepala sekolahnya. Aturannya dibuat satu kepala sekolah bisa memimpin 3, 4, 5 sekolah atau satu kepala sekolah memimpin satu gugus sekolah. Setiap sekolah diurus oleh bagian tata usaha dan seorang koordinator guru dan siswa yang tugas utamanya adalah full mengajar, sedangkan sisa waktunya untuk mengurus manajemen guru dan siswa.

2. Guna menutupi kekurangan guru, Pemerintah Daerah bisa membuka lowongan kerja baru untuk guru professional yang bisa diambil dari Guru yang sudah pensiun, anggota TNI dan POLRI yang sudah pensiun terutama yang pernah bertugas sebagai Babinsa dan Bhabinkamtibmas untuk mengajar olah raga dan pendidikan karakter, guru-guru bimbel, anggota masyarakat yang berpendidikan dan peduli dengan pendidikan.

Guru profesional yang diutamakan adalah kemampuan mengajarnya, mereka tidak diberatkan dengan kewajiban membuar RPP dan administrasi pendidikan lainnya. Seorang guru profesional  bisa mengajar di beberapa sekolah yang posisinya bisa dalam 1 gugus atau bisa di luar gugus sesuai bidang keahliannya.

Semua gaji dari guru profesional ini  berasal dari MKP.  Jika pada tahap awal gajinya belum standar karena menyesuaikan dengan kemampuan MKP saat ini yang baru dibentuk, maka hal itu harus disampaikan kepada para guru. Seiring berjalannya waktu dan gaji yang lebih baik, maka seleksi menjadi guru profesional menjadi jauh lebih ketat.

Bagi guru-guru profesional yang masih muda akanterbuka jenjang karir untuk menjadi guru milik Pemda dan terbuka menjadi kepala sekolah. Insya Allah dengan konsep seperti ini akan banyak orang yang berminat menjadi guru profesional sehingga kekurangan guru bisa segera di atasi.

3. Jadwal belajar dibuat 6 hari, dengan pembagian 4 hari di sekolah, 1 hari untuk kerja bakti  dan bakti sosial di sekolah dan luar sekolah dan 1 hari digunakan keterampilan bebas dimana anak-anak bisa belajar di sekolah mana saja yang ada ilmu sesuai minatnya atau di luar sekolah seperti mengikuti kursus di tempat kursus, pengajian di masjid, belajar di rumah sesuai dengan minat dan bakatnya. Waktu keterampilan bebas ini menjadi tanggungjawab orang tua. Kerja bakti dan bakti sosial ini perlu dilakukan untuk mengasah jiwa anak-anak dalam kepedulian sosial serta menambah pahala anak.

4. Setiap sekolah mempunyai Jaringan WIFI dan TV agar bisa melaksanakan pembelajaran online yang terhubung dengan pembelajaran online yang dibuat dinas pendidikan (silahkan baca kembali Tulisan Pertama). Pembelajaran online di kelas ini bisa mengurangi peran guru, sehingga seorang guru bisa menjadi wali kelas untuk 2, 3 bahkan 4 kelas.

Kondisi ini bisa cukup mengurangi kebutuhan guru di sekolah. Jika dana BOS belum cukup untuk pengadaan TV dan WIFI di sekolah, maka MKP bisa mengadakan program wakaf TV dan WIFI untuk mewujudkan hal ini. system pendidikan yang dibangun dari nomor 1 sampai 4, Insya Allah bisa mengatasi kekurangan guru dalam jangka panjang.

5. Jika kondisi 1 sampai  4 terpenuhi dimana sekolah akan mempunyai fasilitas yang sama. Maka zonasi 95 persen bisa diterapkan untuk guru dan siswa. Sekolah negeri adalah sekolah untuk semua orang Indonesia, baik si miskin dan si kaya, si bodoh dan si pintar. 

Sebab pendidikan yang benar adalah pendidikan dimana seorang manusia bisa mengenal beragam manusia bukan hanya satu model manusia. Sebab di masa depan seorang manusia bisa bergaul dengan semua jenis manusia. Kalau seorang anak hanya bergaul dengan anak-anak miskin saja maka sulit anak tersebut di masa depan menjadi orang kaya.

6. Di Masa depan Guru PNS adalah guru yang diangkat oleh pemerintah pusat dengan seleksi yang sangat ketat, dengan pendidikan minimal S-2, dengan pengusaaan minimal 1 bahasa asing dan berperan sebagai guru inti/pembina di kota/kabupaten tersebut. Guru PNS bisa dipindahkan ke seluruh wilayah Indonesia untuk melakukan pembinaaan guru.

Silahkan lanjutkan ke bagian 2 ...

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement