Selasa 04 Aug 2020 01:16 WIB

'Tata Kelola Industri Sawit Belum Berpihak'

Padahal, industri sawit juga dianggap mampu menekan angka kemiskinan. 

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Buruh kerja memanen kelapa sawit di perkebunan.
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Buruh kerja memanen kelapa sawit di perkebunan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Penghimpunan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Sunari menilai, industri sawit Tanah Air diharapkan mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja. Di samping itu industri sawit juga dianggap mampu menekan angka kemiskinan dan menciptakan alternatif energi yang lebih ramah lingkungan. 

"Kami di BPDPKS sedang berusaha mendorong percepatan peremajaan sawit rakyat. Data kami juga menunjukan ada 4,2 juta pekerja yang diserap oleh industri sawit secara langsung dan 12,2 juta pekerja yang diserap secara tidak langsung," ujar Sunari dalam keterangannya, Senin (3/8).

Di samping itu, kata Sunari, sawit juga mampu menjadi alat untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs), yang mampu menekan angka kemiskinan serta menciptakan energi alternatif yang ramah lingkungan. Menurutnya, sawit dapat mereduksi karbon dan menjadi ekosistem bagi flora dan fauna. 

Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Amrul Khoiri menjelaskan tentang kurangnya pengetahuan petani sawit terhadap benih dan regulasi. Dia juga memaparkan temuan data bahwa di tahun 2019, Perkebunan Sawit Indonesia menghasilkan 34,71 Juta Ton sawit yang kemudian mendatangkan devisa sebesar 23 milyar dolar Amerika. 

"Kelemahan petani sawit kita adalah kurangnya pengetahuan tentang benih dan regulasi. Hal ini tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mengedukasi petani sawit kita, agar produksi sawit bisa terus ditingkatkan," ungkap Amrul.

Seharusnya, kata Amrul, dengan devisa sebesar 23 milyar dolar Amerika yang disumbangkan oleh industri sawit kepada Negara, kesejahteraan petani sawit dapat ditingkatkan. Amrul juga menegaskan bahwa APKASINDO sudah lebih dulu berjuang dengan melakukan pencatatan, pendaftaran, pengukuran, serta advokasi lahan-lahan sawit milik rakyat dan milik petani swadaya.

Kemudian Deputi Sawit Watch, Achmad Surambo, mengungkap sejumlah persoalan dalam tata kelola industri sawit. Di antaranya ialah industri sawit dalam negeri banyak dipengaruhi oleh modal asing serta lemahnya aturan hukum tentang penguasaan sawit di Indonesia jika berhadapan dengan korporasi. 

"Perlu menjadi perhatian kita semua, bahwa tata kelola industri sawit kita belum menunjukkan keberpihakan kepada petani swadaya ataupun pengusaha lokal, karena justru pengaruh modal asing sangat menentukan industri sawit saat ini," ungkap Achmad Surambo.

Surambo juga menerangkan bahwa industri sawit adalah industri yang strategis, sehingga penanganannya harus secara profesional dan terukur. Kata Surambo industri sawit ini sangat strategis dan diharapkan mampu menjadi salah satu tulang punggung ekonomi bangsa. "Namun jika penanganannya tidak profesional dan terukur, kita bisa kalah bersaing dengan negara-negara penghasil sawit lainnya," tegas Achmad Surambo. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement