Sabtu 08 Aug 2020 14:46 WIB

Petisi Lebanon di Bawah Mandat Prancis Raih 60 Ribu Dukungan

Pejabat dan politikus Lebanon dinilai tak lagi becus tangani negara.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
 Presiden Prancis Emmanuel Macron muncul pada konferensi pers di Beirut, Lebanon, Kamis 6 Agustus 2020.
Foto: AP/Thibault Camus
Presiden Prancis Emmanuel Macron muncul pada konferensi pers di Beirut, Lebanon, Kamis 6 Agustus 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Hampir 60 ribu akun telah menandatangani petisi yang menyerukan agar Lebanon ditempatkan di bawah mandat Prancis selama 10 tahun ke depan. Langkah tersebut menyusul ledakan besar yang mengguncang ibu kota Beirut pada Selasa (6/8).

Petisi itu menyerukan pemberian mandat untuk Prancis karena krisis politik dan ekonomi yang saat ini terjadi di Lebanon. Kondisi terpuruk negara tersebut diklaim akibat elite penguasa.

Baca Juga

"Pejabat Lebanon dengan jelas menunjukkan ketidakmampuan total untuk mengamankan dan mengelola negara," kata petisi tersebut.

"Dengan sistem yang gagal, korupsi, terorisme dan milisi, negara baru saja menghembuskan nafas terakhir. Kami percaya Lebanon harus kembali di bawah mandat Prancis untuk membangun pemerintahan yang bersih dan berlangsung lama," tulis keterangan petisi, dikutip dari middleeastmonitor.

photo
Tentara Lebanon memblokir jalan dan bentrok dengan penduduk yang marah ketika Presiden Prancis Emmanuel Macron mengunjungi lingkungan Gemmayzeh, yang menderita kerusakan parah akibat ledakan Selasa di pelabuhan Beirut, di Beirut, Lebanon, Kamis, 6 Agustus 2020. - (AP/Hassan Ammar)

Petisi itu dimulai setelah Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengunjungi Beirut dan berjalan di sepanjang jalanan paling rusak di dekat lokasi ledakan. Dia ditemani oleh Presiden Lebanon, Michel Aoun.

Ratusan orang berkumpul untuk menyambut dan memohon kepada  Macron agar mengirim bantuan langsung ke LSM seperti Palang Merah Lebanon daripada melalui politisi yang mereka yakini korup. Protes di pusat kota Beirut pun terjadi sambil menyerukan pemerintah saat ini untuk mundur.

Lebanon menderita krisis ekonomi terburuk dalam sejarah negara itu dan sedang berjuang untuk memerangi pandemi virus Corona. Bagi banyak orang, ledakan besar 2.750 ton amonium nitrat adalah pukulan terakhir.

Amonium nitrat tiba di Beirut pada 2013 di atas kapal kargo berbendera Moldavan yang berhenti tidak terjadwal karena masalah teknis. Kepala bea cukai pelabuhan kemudian memohon kepada hakim untuk mengekspor kembali atau menjual bahan peledak itu, tetapi permohonan itu tidak dikabulkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement