REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ustadz Abdul Somad atau yang biasa disapa UAS, membacakan syair miliknya berjudul Aku, Kamis (6/8) malam lalu di Anjungan Idris Tintin, Pekanbaru. Dalam acara Penyair Berwakaf Bersama UAS yang berfokus pada diskusi, pembacaan puisi dan musikalisasi puisi itu, UAS membacakan syairnya di hadapan pengunjung dan sastrawan seperti Taufik Ikram Jamil, Samsudin Adlawi, dan Dheni Kurnia.
Berikut adalah teks syair Aku oleh UAS.
Kau
Ku sangka kau lambat, rupanya sangat cepat
Ku sangka kau jauh, rupanya sangat dekat
Ku sangka kau lupa, rupanya selalu ingat
Ku sangka kau salah, rupanya kau selalu tepat
Ku sangka kau lemah, rupanya kau kuat
Ku sangka kau lembut, rupanya kau menyengat
Kau datang secepat kilat
Kau memang luar biasa
Kesedihan berakhir saat kau tiba
Duka lara pun ikut sirna
Nestapa dibawa serta
Risau hati dan luka-luka
Lenyap kau bawa bersama
Kau harapan akhir bagi mereka yang putus asa
Saat kau datang dalam gelap
Kata-kata menjadi gagap
Hati membuncah tiada terungkap
Yang terbayang khilaf dan silap
Nafas sesak terasa megap
Dunia lapang tapi tak telap mengungap
Kau ubah yang lezat jadi tak sedap
Saat kau datang
Tanpa bayang-bayang
Yang berkuasa tumbang
Yang kaya raya hilang
Yang gagah perkasa melayang
Senyap senyap kau terbang
Tanpa ada yang bisa menghalang
Ruh pun keluar meninggalkan diri
Rasa sakit tiada terperi
Bak tebasan pedang beratus kali
Binatang mendengar hingga sanubari
Kalau pernah zikir bersemayam dalam hati
Itulah yang terngiang di telinga kanan dan kiri
Lidah bergerak menyebut Robbul-'izzati
Tinggallah padi sedang menguning
Tinggallah perigi berarir bening
Tinggallah baju hijau, merah dan kuning
Tinggallah kawan dekat dan yang asing
Tinggallah semua permainan hingga gasing
Tinggallah luka, sakit dan kepala pusing
Semua diurus masing-masing
Jasad tiada bergerak
Orang ramai mulai datang berdesak-desak
Ada yang menangis terisak-isak
Ada pula sibuk kusuk-kasak
Ada yang sedih banyak yang purak-purak
Orang berbuat kita tak mampu menolak
Jatuh tanda buah sudahlah masak
Jasad pun terbujur
Diarak ke tepi kubur
Anak menantu menangis menjulur
Kawan dekat tak dapat menghibur
Hanya amal yang paling jujur
Istighfar menjelang sahur
Membuat dosa menjadi gugur
Satu persatu mereka pulang ke rumah
Hubungan dekat berakhirlah sudah
Yang dulu baik sekarang tak lagi ramah
Cinta kasih hanya tinggal sejarah
Kalau pernah membentang sajadah
Bersedekah agak sezarrah
Malam pertama di alam barzakh
Mereka mulai menghitung-hitung
Berapa warisan setinggi gunung
Berebut hingga sampai ke payung
Anak bingung menantu menggunggung
Rumah dibagi dijual langsung
Emas di peti tak lagi terkurung
Kita tetap dikunyah belatung
Andai dulu membina masjid
Andai dulu menolong orang sakit
Andai dulu hidup berpahit-pahit
Supaya ditolong saat terbelit
Andai berjihad luka di kulit
Sebelum alam kubur menjepit
Tiada lagi guna emas dan ringgit
Waktu sehat tak mau menolong
Waktu berkuasa, sombong
Waktu dipercaya, bohong
Duit tak keluar dari kantong
Ke maksiat condong
Korupsi begotong royong
Sekarang jasad terpotong-potong
Di alam barzakh berzaman-zaman
Nama besar tak jadi ingatan
Kuasa tak jadi jaminan
Yang kekal hanya iman
Anak cucu berkirim doa selamat dan Yasinan
Liang kubur menjadi taman
Doa bersahut menjelang azan
Malaikat datang membawa doa
Dari tuan Taufiq Ikram Jamil dan Aris Abiba
Tuan Samsudin Adlawi berkirim fatiha
Ada Qulhu dari Eko Ragil al Rahman dan Deni Kurnia
Doa tuan Syaukani Karim di kala senja
Puan Juliana menabur bunga
Tanda bersahabat hingga ke akhir masa
Kalau Babah pergi nanti
Jangan bersedih berhari-hari
Kita pasti bersua lagi
Di dalam surga bersama Nabi
Kalau hinggap susah di hati
Hadapkan diri pada Ilahi
Ucapkan di lidah dan hati ya Robbi