Senin 10 Aug 2020 19:13 WIB

Positivity Rate Jakarta yang Melejit ke Angka 7,8 Persen

Pada bulan Juli positivity rate Jakarta adalah 5,9 persen.

Jumlah kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta masih terus bertambah. Positivity rate Covid-19 di Jakarta pada Senin (10/8) bahkan naik ke 7,8 persen dari angka Juli lalu.
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Jumlah kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta masih terus bertambah. Positivity rate Covid-19 di Jakarta pada Senin (10/8) bahkan naik ke 7,8 persen dari angka Juli lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Rr Laeny Sulistyawati, Sapto Andika Chandra, Antara

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus mencatat penambahan kasus harian yang masih tinggi. Data Senin (10/8) jumlah kasus positif Covid-19 bertambah 479.

Baca Juga

Selain meningkatnya kasus harian, angka positivity rate di DKI juga terus meningkat. Angkanya kini menjadi 7,8 persen dari 5,9 persen pada Juli lalu.

Positivity rate adalah rasio jumlah kasus positif Covid-19 dibandingkan dengan total tes di suatu wilayah. Positivity rate dihitung dengan membagi jumlah kasus positif dengan jumlah orang yang dites dan mengalikannya dengan 100.

Positivity rate yang rendah menunjukkan juga jumlah orang yang dites semakin banyak dan menunjukkan pelacakan kontak yang memadai. WHO menetapkan standar positivity rate di angka 5 persen.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Okatavia Tatri Lestari, mengaku terus memassifkan tes PCR untuk menemukan kasus baru secara cepat, agar dapat segera melakukan tindakan isolasi atau perawatan secara tepat. Sehingga bisa memperkecil potensi penularan Covid-19.

Ia memaparkan, berdasarkan data terkini Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah dilakukan tes PCR sebanyak 3.080 spesimen. Dari jumlah tes tersebut, sebanyak 2.611 orang dites PCR hari ini untuk mendiagnosis kasus baru dengan hasil 479 positif dan 2.132 negatif.

"Dari 479 kasus positif tersebut, 250 kasus adalah akumulasi data dari dua hari sebelumnya yang baru dilaporkan. Untuk rate tes PCR total per 1 juta penduduk sebanyak 43.600. Jumlah orang yang dites PCR sepekan terakhir sebanyak 47.018," terangnya.

Ia menjelaskan, WHO telah menetapkan standar jumlah tes PCR adalah 1.000 orang per 1 juta penduduk per minggu. Berdasarkan WHO, Jakarta harus melakukan pemeriksaan PCR minimum pada 10.645 orang (bukan spesimen) per minggu, atau 1.521 orang per hari.

"Saat ini jumlah tes PCR di Jakarta setiap pekan adalah 4 kali lipat standar WHO," imbuhnya.

Tes PCR di Jakarta dilakukan melalui kolaborasi 54 Laboratorium Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, BUMN, dan swasta. Pemprov DKI Jakarta memberikan dukungan biaya tes kepada Laboratorium BUMN dan swasta yang ikut berjejaring bersama dalam pemeriksaan sampel program.

Sementara itu, penambahan kasus positif pada hari ini sebanyak 479 kasus. Adapun jumlah kasus aktif di Jakarta saat ini sebanyak 8.807 orang yang masih dirawat atau isolasi.

Sedangkan, jumlah kasus Konfirmasi secara total di Jakarta sampai hari ini sebanyak 26.193 kasus. Dari jumlah tersebut, 16.446 orang dinyatakan telah sembuh, 940 orang meninggal dunia.

Untuk positivity rate atau persentase kasus positif sepekan terakhir di Jakarta sebesar 7,8 persen, sedangkan Indonesia sebesar 15,5 persen. WHO juga menetapkan standar persentase kasus positif tidak lebih dari 5 persen.

Lebih lanjut, Dwi menyampaikan, label stigma dan diskriminasi dapat berdampak negatif terhadap kondisi kejiwaan hingga menurunkan imunitas seseorang untuk melawan virus Covid-19.

"Jadilah pribadi yang mampu membangun rasa gotong royong, rasa kebersamaan dan empati terhadap sesama yang terdamapk Covid-19 dan berupaya membangun hal-hal positif untuk mencegah stigma dan diskriminasi," ujarnya.

Penambahan jumlah kasus positif Covid-19 di Jakarta kembali menduduki posisi tertinggi selama beberapa hari terakhir di Tanah Air. Dari 1.687 kasus positif Covid-19 dalam 24 jam terakhir di Indonesia, DKI Jakarta unggul dari Jawa Timur.

Jawa Timur tercatat memiliki 296 kasus baru, Sumatra Utara dengan 129 kasus baru, Aceh dengan 96 kasus baru, dan Sulawesi Selatan dengan 77 kasus baru.

Dari kelima provinsi yang menjadi lima besar penambahan kasus terbanyak hari ini, hanya Jawa Timur yang mencatatkan jumlah pasien sembuh lebih banyak ketimbang kasus positifnya. Jawa Timur melaporkan ada 367 kasus sembuh, atau 71 lebih banyak dari penambahan kasus positif hari ini.

Selain itu, jumlah spesimen yang sudah diperiksa per 10 Agustus sudah sebanyak 1.731.634 spesimen dan jumlah individu yang sudah diperiksa sebanyak 984.893 orang. Perlu diketahui, satu orang bisa saja menjalani tes PCR lebih dari satu kali sehingga jumlah spesimen lebih banyak dari jumlah individu yang diperiksa.

Per 10 Agustus 2020, persentase konfirmasi Covid-19 secara harian sebesar 13,7 persen dari jumlah orang yang diperiksa. Ada 129 orang yang terkonfirmasi Covid-19 setiap 1.000 orang yang diperiksa.

Sementara untuk pasien sembuh secara keseluruhan, hari terjadi penambahan 1.284 pasien sembuh. Sehingga total pasien yang dinyatakan sembuh dari Covid-19 sebanyak 82.236 orang. Jumlah pasien yang meninggal dunia dengan status positif Covid-19 juga bertambah 42 orang, menjadi 5.765 orang yang meninggal.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengajak semua pihak untuk berpartisipasi aktif menyosialisasikan dan menerapkan protokol kesehatan demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Tito mengatakan upaya sosialisasi protokol kesehatan perlu dimaksimalkan lagi karena masih banyak warga yang masih belum memahami pentingnya disiplin protokol kesehatan.

Kurangnya kesadaran masyarakat itu, kata dia, bisa dilihat dari penularan virus corona atau Covid-19 yang masih terjadi sampai saat ini. “Saya masih banyak menemukan warga yang belum menggunakan masker. Kemudian cuci tangan juga belum maksimal, juga kerumunan sosial masih ada, sehingga mengakibatkan penularan Covid-19 masih terjadi,” kata dia.

Mendagri juga mengajak seluruh kalangan mau bergotong royong menjadi mesin penggerak melawan Covid-19. Salah satunya melalui pembagian masker.

Menurut dia, meskipun pandemi sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu tetapi masih banyak warga yang belum memahami pentingnya penggunaan masker untuk menekan laju penyebaran Covid-19.

Oleh karena itu, kata dia, selain sosialisasi juga dibutuhkan kesadaran semua pihak untuk saling membagikan masker. Pembagian masker tersebut hendaknya tidak hanya dari pemerintah.

“Oleh karena itu, untuk pemakaian masker ini masyarakat ada yang mau menggunakan masker, tetapi mungkin tidak mampu sehingga perlu ada pembagian masker. Ada juga yang mungkin mampu tapi tidak mau karena tidak memahami apa gunanya menggunakan masker,” kata dia.

Dengan upaya sosialisasi yang lebih maksimal lagi, Mendagri Tito berharap langkah-langkah persuasif dapat diupayakan dengan baik secara bertahap dan sistematis. “Jadi 4 protokol yakni pemakaian masker, cuci tangan, jaga jarak, menghindari kerumunan sosial ini meskipun sudah kita lakukan dan saya yakin semua daerah sudah melakukan sosialisasi itu, tetapi belum maksimal, sehingga (upayanya) dibagi per tahapan,” kata dia.

Pakar Kesehatan Masyarakat Ascobat Gani menganalisis tempat-tempat orang-orang berkumpul berpotensi menjadi klaster baru penularan virus corona SARS-CoV2  "Tempat-tempat keramaian ini berpotensi menjadi klaster, ketika satu orang masuk, berinteraksi, dan bisa menulari yang lain di tempat-tempat keramaian. Ini berbahaya," katanya.

Di satu sisi, Ia mengakui masyarakat Indonesia memiliki budaya suka berkumpul dan berkerumun sehingga imbauan penerapan protokol kesehatan banyak yang tidak dipenuhi. Karena itu, ia meminta masalah ini harus jadi perhatian serius pemangku kepentingan.

Ia meminta pemerintah konsisten terus mensosialisasikan protokol kesehatan. Edukasi protokol kesehatan perlu diberikan sesuai konteks budaya lokal dan kondisi sosial budaya masing-masing.

"Pengemasan pesan ini harus sesuai dengan bahasa lokal yang mudah dimengerti oleh masyarakat setempat," katanya.

photo
Rekor Kasus Covid-19 di DKI Jakarta - (Infografis Republika.co.id)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement