REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panel pejabat pemerintah dan analis Amerika Serikat menyatakan ada kemajuan luar biasa selama beberapa tahun terakhir menyoal perlawanan terhadap Negara Islam Irak Suriah (ISIS).
Namun demikian, nyatanya Amerika Serikat masih disebut sebagai ancaman bagi Amerika Serikat dan sekutunya di Timur Tengah.
Direktur satuan tugas Pentagon, Christopher P Maier juga mengatakan, ISIS saat ini sudah bukan menjadi kekuatan yang sama seperti pada 2014 lalu ketika pejuangnya mengusir pasukan Irak dari Mosul.
Meski tidak menjadi negara teror yang tak diakui seperti dulu, ISIS, kata dia, masih dapat melakukan kampanye pemberontakan melawan Irak dan pemerintah lain di wilayah tersebut. “Mereka masih berusaha untuk berkumpul kembali dan mencari peluang,” katanya seperti dikutip Washington Times, Kamis (20/8).
Dia menambahkan, saat ini pihaknya juga tengah menghadapi tantangan yang signifikan dalam melawan ISIS. Walaupun, lebih dari delapan juta orang yang pernah hidup di bawah kendali ISIS, dia klaim telah dibebaskan.
Sambung dia, ISIS dinilai bernasib lebih baik di tempat-tempat Rusia dan pasukan pemerintah Suriah berada. Tetapi, Maier menegaskan, serangan yang paling melumpuhkan ISIS telah terjadi di wilayah timur laut Suriah, yang merupakan tempat koalisi pimpinan Amerika Serikat berbasis.
“Itu berarti pasukan lokal mampu menangani ancaman mereka sendiri atau dengan bantuan luar yang terbatas,” kata Maier.
Rekan senior Jasmine El-Gamal juga menyatakan sikap serupa. Menurut dia, saat ini ISIS memang telah sangat terdegradasi sebagai kekuatan tempur. Terlebih, sebagian besar kondisi yang mendasarinya, seperti otoritarianisme dan ketegangan sektarian-menyebabkan kebangkitannya belum penuh tertangani.
Dia menuturkan, meski ISIS sebagai sebuah organisasi harus dikalahkan, ekstrimisme faktanya masih memiliki kesempatan untuk menguasai Suriah. Kekhawatiran itu, kata dia, datang daripada ideologi otoriter yang kaku dan mendorong banyak pejuang untuk bergabung dengan ISIS.
Sebagai informasi, hingga kini, sekitar dua ribu pejuang ISIS asing dari 60 negara berbeda, telah ditahan di penjara yang dioperasikan oleh Pasukan Demokrat Suriah. Amerika Serikat, kata Maier juga aktif mendorong negara asalnya, termasuk banyak negara di Eropa, untuk memulangkan mereka. "Karena ISIS ingin mereka kembali ke medan perang," kata Maier.
Alasan itu dia sebut tak jauh dari faktor minyak. Maier menambahkan, organisasi tersebut mengeksploitasi ladang minyak di timur laut Suriah untuk mendanai sebagian besar operasi militernya. Sedangkan Rusia, sekutu utama Presiden Suriah Bashar Assad, ia klaim juga ingin memanfaatkan sumber daya tersebut. "Ini kemungkinan akan menjadi masalah yang semakin menonjol, dan akan kami fokuskan," katanya.
Sumber: https://m.washingtontimes.com/news/2020/aug/18/christopher-p-maier-pentagon-official-says-islamic/