Senin 24 Aug 2020 10:16 WIB

Maroko Tolak Normalisasi Hubungan dengan Israel

Maroko tak ingin melanggar hak-hak bagi rakyat Palestina.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
 Warga Palestina mengibarkan bendera selama protes di Tepi Barat, di desa Yatta, dekat Hebron, 21 Agustus 2020. Warga Palestina memprotes perjanjian perdamaian untuk membangun hubungan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab.
Foto: EPA-EFE/ABED AL HASHLAMOUN
Warga Palestina mengibarkan bendera selama protes di Tepi Barat, di desa Yatta, dekat Hebron, 21 Agustus 2020. Warga Palestina memprotes perjanjian perdamaian untuk membangun hubungan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab.

REPUBLIKA.CO.ID, RABAT -- Perdana Menteri Maroko, Saad Dine El Otmani, menolak kemungkinan negaranya menormalisasi hubungan dengan Israel, Ahad (23/8). Kemungkinan itu dinilai hanya akan melanggar hak-hak bagi rakyat Palestina.

"Kami menolak normalisasi apa pun dengan entitas Zionis karena ini membuatnya berani untuk melangkah lebih jauh dalam melanggar hak-hak rakyat Palestina," kata El Otmani kepada partainya Islamist Justice and Development Party (PJD)

Baca Juga

Pernyataan itu muncul menjelang kunjungan penasihat senior dan menantu Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, Jared Kushner ke negara tersebut. Kunjungan ini dilakukan setelah Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel mencapai kesepakatan untuk menormalkan hubungan.

Posisi resmi Maroko telah mendukung solusi dua negara, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina. Namun, Maroko dan Israel memulai hubungan tingkat rendah pada 1993 setelah kesepakatan damai Israel-Palestina tercapai.

Rabat akhirnya menangguhkan hubungan dengan Israel setelah pecahnya pemberontakan Palestina pada 2000. Sebelum UEA, Israel hanya menandatangani perjanjian damai dengan Mesir pada 1979, dan dengan Yordania pada 1994.

Sederetan negara-negara Islam di Timur Tengah dan Afrika diklaim Israel akan mulai menjajaki hubungan dengan Israel setelah kesepakatan dengan UEA. Pernyataan serupa pun ditekankan oleh pihak UEA sejak pekan lalu.

"Ada beberapa negara Arab yang berada pada skala ini dalam tahapan yang berbeda," kata Menteri Luar Negeri UEA, Anwar Gargash.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement