REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berupaya mampu melakukan vaksinasi Covid-19 akhir 2020. Hal ini tak lepas dari komitmen perusahaan China, Sinovac dan perusahaan Uni Emirat Arab (UEA), G42 yang siap memberikan 20 juta dan 10 juta vaksin pada akhir tahun ini.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyampaikan PT Bio Farma (Persero) yang bekerja sama dengan Sinovac telah meningkatkan kapasitas produksi dari 100 juta produksi menjadi 250 juta produksi vaksin. Arya menyebut para tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan melawan virus Covid-19 akan mendapat prioritas dalam program vaksinasi.
Arya menilai prioritas terhadap para tenaga kesehatan merupakan hal yang penting lantaran posisi mereka yang langsung berhadapan dengan pasien Covid-19. "(Prioritas) tenaga kesehatan pastinya," ujar Arya di Jakarta, Jumat (28/8).
Arya menyampaikan kesiapan Bio Farma dalam melakukan produksi vaksin covid-19. Namun, hal itu tergantung dengan proses uji klinis tahap III dan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta sertifikasi halal.
"Kalau semua tahapan sudah dilalui, kita BUMN siap dengan permintaan untuk produksi, tapi tetap tergantung uji klinis dan sertifikasi halal dan edar BPOM," ucap Arya.
Arya mengatakan, jika uji klinis vaksin sukses dan siap diproduksi massal, vaksin dipastikan memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta sertifikasi halal sebelum diberikan ke masyarakat.
Sebelumnya, Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCPPEN) sekaligus Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan PT Bio Farma (Persero) bekerja sama dengan perusahaan Cina, Sinovac; sementara PT Kimia Farma (Persero) menggandeng perusahaan G42 dRi UEA.
"Alhamdulillah kita mendapatkan dua kerja sama saat ini untuk pengadaan vaksin. Kemarin kita melakukan kontak dengan dua negara, Cina dan UEA," ujar Erick saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/8).