Senin 31 Aug 2020 10:05 WIB

Penyamaran Syekh Nawawi Al Bantani di Universitas Al Azhar

Syekh Nawawi Al Bantani pernah diundang Al Azhar untuk membagikan ilmunya.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Penyamaran Syekh Nawawi Al Bantani di Universitas Al Azhar . Foto: Syekh Nawawi al-Bantani, Alimnya Ulama di Tanah Suci (ilustrasi)
Foto: wikipedia
Penyamaran Syekh Nawawi Al Bantani di Universitas Al Azhar . Foto: Syekh Nawawi al-Bantani, Alimnya Ulama di Tanah Suci (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Syekh Nawawi al-Bantani adalah seorang ulama nusantara bertaraf Internasional. Dia lahir di Tanara, Serang Banten pada 1230 H/1813 M dan meninggal dunia di Makkah pada 1314 H/1897 M. Makamnya terletak satu kompleks dengan istri Nabi Muhammad SAW, Siti Khadijah.

Karena ilmu agamanya yang sangat tinggi, terdapat sebuah kisah tentang Syekh Nawawi pada tahun 1870-an. Saat itu beliau diundang untuk menghadiri sebuah diskusi panel di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Sebagai pengarang kitab yang digunakan secara luas oleh umat Islam saat itu, beliau diminta untuk memberikan kuliah dalam diskusi tersebut.  

Baca Juga

Dalam buku “99 Kiai Kharismatik Indonesia: Riwayat, Perjuangan, Doa dan Hizib”, KH A. Aziz Masyhuri menceritakan, saat itu Syekh Nawawi ditemani oleh murid setianya, Muhammad Yusuf. Setelah tiba di Universitas Al-Azhar, keduanya istirahat sejanak dan Syekh Nawawi menyuruh muridnya itu menukar pakaiannya untuk mengecoh orang-orang.

Dengan menggunakan pakaian khusus milik gurunya, Muhammad Yusuf tampak seperti seorang alim yang sangat dihormati. Sementara, dengan pakaian khas Jawa milik muridnya Syekh Nawawi tampak begitu sederhana. Kemudian, Syekh Nawawi memerintahkan muridnya untuk berperan menjadi dirinya dan memberikan pidato pembukaan.

Ketika memasuki forum diskusi tersebut, semua orang termasuk para pemuka ulama dengan antusias menyambut Syekh Nawawi palsu dengan mencium tangannya sebagai tanda penghormatan. Sang murid yang menyamar itu pun dipersilahkan untuk menempati kursi khusus yang telah dipersiapkan, sedangkan Syekh Nawawi yang sebenarnya tidak ditawari tempat duduk.

Ketika tiba saatnya presentasi, Syekh Nawawi kemudian memberi instruksi kepada muridnya itu untuk menyampaikan pidato pendek. Yusuf pun mengerjakannya dan mengakhiri perkenalannya dengan alasan bahwa kondisinya sedang tidak baik.

Oleh karena itu, Yusuf kemudian meminta kepada Syekh Nawawi yang sedang menyamar menjadi seorang murid untuk berbicara atas namanya. Syekh Nawawi yang asli pun akhirnya naik ke podium dan pidato yang disampaikannya membuat para hadirin terkagum-kagum.

“Masya Allah, muridnya saja begitu bagus, saya tidak bisa membayangkan betapa hebatnya jika seandainya sang guru menyampaikan topik yang sama, pasti lebih hebat,” gumam salah seorang pendengarnya.

Kiai Aziz Masyhuri menjelaskan, anekdot di atas memiliki arti besar bahwa meskipun Timur Tengah merupakan pusat transmisi ilmu pengetahuan Islam, tapi anehnya bukan merupakan kiblat yang sesungguhnya dari tradisi pesantren.  Dengan kemunculan para sarjana Muslim Indonesia, menurut Kiai Aziz Masyhuri, mereka mampu mengimbangi hegemoni Timur Tengah sebagai pusat transmisi intelektual Islam.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement