REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengatakan, industri rokok berstrategi menggiring anak dan remaja menjadi perokok baru menggantikan generasi sebelumnya. Strategi itu seperti mensponsori acara musik dan olahraga.
"Kita melihat strategi industri rokok menggiring anak dan remaja untuk merokok, menggantikan para perokok yang mungkin sudah tidak merokok karena terkena berbagai macam penyakit akibat merokok," kata Seto dalam seminar virtual Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bertema "Peran Keluarga dalam menolak Bujukan Rokok", dipantau dari Jakarta, Kamis (3/9).
Menurut psikolog anak yang akrab disapa Kak Seto itu, salah satu strategi yang dilakukan industri rokok untuk menciptakan perokok pemula itu adalah dengan maraknya iklan rokok. Dia menyebut, tidak ada lagi ruang yang bebas dari iklan rokok di berbagai tempat.
Padahal, menurut Kak Seto, berdasarkan teori pembelajaran sosial, manusia termasuk anak-anak biasanya belajar melalui pengamatan perilaku dari manusia lain dihasilkan dari interaksi timbal balik berkelanjutan. Anak-anak dengan lingkungan sekitar merokok akan melihat hal itu sebagai contoh. Hal sama juga terjadi saat banyak brand rokok memenuhi acara olahraga atau pertunjukan musik.
"Seolah ada hadiahnya, pada waktu pertunjukan musik dan olahraga di berbagai tempat penuh dengan bujuk rayu industri rokok. Seolah dengan merokok gaul, kreatif, keren, modern dan hebat," tegas Kak Seto.
Iklan rokok untuk memengaruhi anak dan remaja itu terus digencarkan dan menimbulkan keinginan remaja untuk mulai merokok, mendorong untuk terus merokok dan yang sudah berhenti untuk kembali merokok.
Anak-anak, sebut Kak Seto, menjadi korban eksploitasi industri rokok. Hal itu terjadi karena industri rokok menyasar basis konsumen jangka panjang dengan semakin dini merokok akan makin besar juga keuntungan bagi perusahaan rokok.
Karena itu, dia mendorong semakin besarnya peran keluarga untuk menjadi perokok pemula yang akan dibantu oleh usaha pemerintah. Hal itu sesuai dengan salah satu pasal dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan negara wajib melindungi anak dari zat adiktif seperti nikotin.