REPUBLIKA.CO.ID, Kiprah Non-Muslim dalam peradaban Islam tetap dihargai. Mereka bisa hidup dengan damai bahkan punya hak sama untuk beraktivitas di berbagai bidang
Salah satunya sektor keuangan. Banyak kaum non-Muslim, khususnya kalangan Nasrani dan Yahudi, terlibat secara intens, termasuk dalam pengelolaan institusi perbankan.
Dijelaskan sejarawan Philip K Hitti pada buku History of the Arabs, kiprah kalangan non-Muslim pada bidang perdagangan dan keuangan sudah berlangsung sejak awal pemerintahan dinasti Umayyah.
Pada 984, al-Maqdisi mencatat bahwa kebanyakan pemilik tempat penukaran mata uang dan bankir di Damaskus adalah kaum Yahudi. Hal itu diperkuat oleh analisis Josef W Meri dan Joel Bacharach.
Dalam bukunya bertajuk Medieval Islamic Civilization disebutkan, ketika bank dagang berkembang di era Abbasiyah, para praktisi ekonomi dari kaum Nasrani dan Yahudi turut berpartisipasi, bersama-sama dengan umat Muslim.
Aktivitas mereka meliputi penukaran uang, simpan pinjam, menerbitkan letter of credit, surat tagih, serta surat cek. Sepanjang abad ke-9 dan 10, beberapa bankir Yahudi dipercaya untuk bekerja sebagai bankir pemerintah.
Hubungan antara baik pengusaha maupun bankir non-Muslim dengan penguasa Muslim pun terjalin erat. Di antara nama yang mengemuka adalah pengusaha kondang ibn Allan al-Yahudi yang mengabdi pada khalifah Abbasiyah selama 20 tahun.
Begitu pula disampaikan Leon Poliakov. Sejarawan ini menambahkan, para kalangan pengusaha non-Muslim juga mendapatkan kedudukan yang baik di tengah masyarakat Muslim. "Kalangan penguasa dan warga Muslim memercayakan keuangan mereka kepada bankir non-Muslim, jadi telah terjalin hubungan yang baik.”