REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satgas Penanganan Covid-19 kembali menegaskan posisinya yang tak bisa ditawar terkait rangkaian pilkada serentak yang berpotensi menimbulkan kerumunan. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan, seluruh calon peserta pilkada harus menaati seluruh protokol kesehatan dalam rangkaian pesta demokrasi, termasuk saat kampanye.
Wiku menyebutkan, Satgas Penanganan Covid-19 sendiri telah dilibatkan dalam penyusunan protokol kesehatan dalam tahapan pilkada yang tertuang dalam PKPU nomor 10 tahun 2020. Beleid tersebut mengatur dengan rinci keterlibatan KPU, Bawaslu, Satgas Penanganan Covid-19 di daerah, serta Dinas Kesehatan untuk memastikan protokol kesehatan berjalan di lapangan.
"Kami tidak bisa mentolerir terjadinya aktivitas politik yang menimbulkan kerumunan dan berpotensi peningkatan penularan. Aktivitas politik dalam pilkada silahkan dilakukan selama tidak menimbulkan kerumunan dan potensi penularan," ujar Wiku dalam keterangan pers di kantor presiden, Selasa (22/9).
Sebelumnya, desakan kepada pemerintah untuk menunda pelaksanaan pilkada terus mengalir. Sejumlah ormas seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) menyampaikan dorongan agar pilkada serentak ditunda, dengan mempertimbangkan pandemi yang belum usai.
PBNU misalnya, juga meminta pemerintah bersama pihak terkait merealokasikan anggaran pilkada bagi penanganan krisis kesehatan dan penguatan jaring pengaman nasional. Selain itu, PBNU juga menyinggung Rekomendasi Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2012 di Cirebon soal perlunya proses pilkada ditinjau ulang mengingat kemudharatan yang diimbulkan.
Kekhawatiran soal potensi penularan Covid-19 melalui pilkada muncul saat proses pendaftaran Pilkada 2020 yang berakhir 6 September lalu. Sebanyak 243 bakal calon kedapatan melanggar protokol kesehatan dan menimbulkan kerumumunan.