REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perkebunan Nusantara (PTPN) Holding bakal mengerucutkan fokus budidaya komoditas sawit dan tebu untuk lima tahun ke depan. Langkah itu menjadi bagian dari strategi korporasi agar bisnis yang dijalankan lebih terarah.
Direktur Utama Holding PTPN III, Mohammad Abdul Ghani, mengatakan, fokus dua komoditas itu sekaligus menjadi agenda perusahaan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan energi. Tebu berperan dalam bidang pangan karena menghasilkan gula yang dikonsumsi masyarakat. Sementara sawit akan difokuskan untuk mendukung penggunaan bahan bakar berbasis minyak nabati atau biofuel untuk kendaraan bermotor.
"Manajemen telah merumuskan roadmap, maka ke depan kami akan fokus ke komoditas kelapa sawit untuk energi dan tebu untuk pangan," kata Abdul dalam Webinar LPP Agro Nusantara yang digelar pada Selasa (29/9).
Ia mengatakan, di luar sawit dan tebu, PTPN masih memiliki enam komoditas lainnya yang dibudidayakan. Dua yang terbesar di antaranya yakni karet dan teh. Namun, ia mengakui dua komoditas itu dalam beberapa tahun terakhir kurang menguntungkan.
Harga komoditas karet terus menurun karena pengaruh harga global, sedangkan teh membutuhkan perubahan model bisnis. Karena itu, Abdul mengatakan PTPN Holding bakal mulai mengurangi lahan karet dan kopi dan akan diganti dengan sawit dan tebu.
"Kami kurangi luas areal karet dan teh tapi menambah lahan sawit dan tebu. PTPN sebagai BUMN harus jalankan fungsi korporasi," ujar Abdul.
Abdul menyampaikan, saat ini total areal lahan yang dimiliki lebih dari 1,1 juta hektare yang tersebar di seluruh wilayah PTPN. Hanya saja, kata dia.
Sementara itu, Mantan Menteri ESDM Igansius Jonan, mengatakan, pembicaraan mengenai ketahanan pangan dan energi tidak pernah surut dari waktu ke waktu. Namun, ia menekankan, ketahanan pangan maupun energi seharusnya tidak dipahami seluruhnya harus dapat diproduksi dalam negeri.
"Kenapa? Karena Indonesia sebelum terjadi perubahan politik 1998 sudah akan mengikuti arus globalisasi jadi mau tidak mau itu harus diterima," kata dia.
Jonan mencontohkan seperti Jepang yang sejak dulu tidak pernah mengimpor beras tapi menjadi importir bahan bakar minyak dan gas. Ia megatakan, pemerintah bersama BUMN harus dapat memilah sektor-sektor yang memang sangat dibutuhkan dan bisa diproduksi sendiri.
Hal itu akan memberikan hasil yang memuaskan. "Kalau kita kerjakan semua, hasilnya tidak ada yang hebat. Coba pilih satu sampai tiga (sektor) yang tidak perlu impor," ujar Jonan.