REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Fraksi PDIP Arteria Dahlah mengkritisi penamaan Pam Swakarsa oleh Kapolri Jenderal Idham Azis. Menurutnya, diksi tersebut dapat menyinggung dan menimbulkan kembali trauma di masyarakat.
"Ini memang agak sensitif, Pak. Karena Pam Swakarsa zaman dahulu dipakai untuk menggebuk, Pak, aksi-aksi dan kegiatan demokrasi," ujar Arteria dalam rapat dengan Kapolri, Rabu (30/9).
Polri harus lebih intensif mensosialisasikan hal ini, jika Pam Swakarsa ingin dihadirkan kembali. Termasuk soal perubahan seragam petugas satuan petugas keamanan (satpam).
"Kita apresiasi ini adalah bentuk simbolisasi hadirnya negara, Pak, melaksanakan sebagian tugas kepolisian yang non-yudisial. Tapi kembali, sosialisasinya juga harus baik," ujar Arteria.
Anggota Komisi III Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman menyatakan hal yang sama. Perihal penamaan Pam Swakarsa yang identik sebagai perlawanan terhadap kelompok reformasi pada 1998.
Untuk itu ia meminta adanya penggantian nama, agar hal ini tak menimbulkan trauma. "Saya pikir alangkah banyak nama lain, kenapa harus pakai Pam Swakarsa? Bisa pakai nama lain yang tidak menimbulkan trauma bagi kita," ujar Habiburokhman.
Diketahui, Kapolri Jenderal Idham Azis mengeluarkan Peraturan Kapolri nomor 4 tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa, yang mengatur pangkat seragam hingga massa pensiun satuan pengamanan (satpam) organisasi atau institusi tertentu. Perpol tersebut sudah diundangkan sejak 5 Agustus 2020.
Sebelum Perpol tersebut, anggota Satpam berpedoman pada Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 24 Tahun 2007 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi, Perusahaan dan/atau Instansi/Lembaga Pemerintah.