REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Negeri Jakarta Timur (Kejari Jaktim) menunggu jadwal sidang pertama perkara surat jalan, dan dokumen palsu terpidana korupsi Djoko Tjandra. Kasi Intel Kejari Jaktim Ady Wira Bhakti mengabarkan, tim jaksa penuntutan sudah mendaftar kasus tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Jaktim untuk pendakwaan.
"Jadi, hari ini (6/10), berkas perkara dan barang bukti, sudah dilimpahkan ke PN Jaktim melalui PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu). Dan sekarang kita menunggu jadwal sidang," ujar Ady saat dihubungi wartawan dari Jakarta, Selasa (6/10).
Ady menerangkan, ada tiga berkas perkara yang didaftarkan untuk segera diadili. Yaitu, atas nama tersangka Djoko Sugiarto Tjandra, dan pengacaranya, yakni Anita Dewi Kolopaking. Nama tersangka lainnya, yakni Brigjen Pol Prasetijo Utomo.
"Semua sudah dilimpahkan. Tiga tersangka itu," ucapnya.
Untuk selanjutnya, kata Ady, Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan menunggu kapan PN Jaktim, menjadwalkan sidang pembacaan dakwaan.
Perkara surat, dan dokumen palsu Djoko Tjandra, merupakan sempalan kasus lain dalam skandal hukum terpidana korupsi cessie Bank Bali 1999 tersebut. Kasus tersebut, ditangani oleh Direktorat Pidana Umum Bareskrim Polri. Pada 28 September lalu, Bareskrim Polri sudah melimpahkan berkas perkara tersebut, ke Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) di Kejaksaan Agung (Kejakgung).
Penyerahan berkas ke Kejakgung tersebut, sekaligus limpah berkas ke Kejari Jaktim untuk penyusunan dakwaan. Terkait perkara surat palsu ini, penyidik di Bareskrim meyakini, adanya dugaan pembuatan surat, dan dokumen palsu untuk terpidana Djoko Tjandra, dapat masuk ke wilayah hukum Indonesia, saat statusnya masih buronan. Dalam skandal tersebut, juga berujung pada pengungkapan perkara lain dalam perkara dugaan suap penghapusan red notice untuk Djoko Tjandra.
Dalam kasus dugaan suap red notice tersebut, Bareskrim pun menetapkan Brigjen Prasetijo sebagai tersangka. Mantan Kakorwas PPNS Mabes Polri itu diduga menerima uang 20 ribu dolar AS (Rp 296 juta) atas perannya membuat surat, dan dokumen palsu, serta membantu penghapusan red notice Djoko Tjandra. Dalam kasus itu, Bareskrim juga menetapkan Irjen Napoleon Bonaparte sebagai tersangka karena dituduh menerima uang Rp 7 miliar dalam pecahan dolar Singapura, dan AS.
Pemberian uang terhadap dua jenderal itu, melalui orang suruhan Djoko Tjandra, yakni Tommy Sumardi yang juga ditetapkan sebagai tersangka. Tetapi, terkait perkara dugaan suap penghapusan red noticered notice, sedang menunggu jaksa peneliti, dan penyidik Bareskrim untuk status P-21 atau dinyatakan lengkap.
"Baik di jaksa peneliti di JAM Pidsus, maupun penyidik di Bareskrim Polri masih melakukan sinkronisasi atas perbuatan masing-masing tersangka untuk dakwaan," jelas Hari. Pun, kata Hari tampak lambannya pelimpahan berkas suap red notice, karena adanya rencana antara JAM Pidsus, dan Bareskrim untuk menyatukan berkas perkara dan dakwaan atas tersangka Djoko Tjandra.
Karena, dalam skandal tersebut, Djoko Tjandra juga tersangka pemberi suap 500 ribu dolar (Rp 7,5 miliar) terkait permufakatan jahat, dalam pengurusan fatwa bebas dari Mahkamah Agung (MA) yang menetapkan jaksa Pinangki Sirna Malasari, sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta. Dan politikus Nasdem, Andi Irfan Jaya yang sudah ditersangkakan, namun belum juga lengkap berkas pemeriksaannya.