REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Arif Satrio Nugroho, Antara
UU Cipta Kerja atau UU Ciptaker masih menuai kontroversi publik. Hari ini rencananya masih akan ada aksi lanjutan menolak UU Ciptaker. Aksi yang disebut akan digelar di depan Istana Negara itu membuat kepolisian sudah mulai mengalihkan sejumlah ruas jalan.
Belum semua anggota masyarakat memang sudah menerima UU Ciptaker yang diketok sidang paripurna DPR RI akhir pekan lalu. Namun, pemerintah terus mengutarakan alasan pentingnya UU Ciptaker berlaku di Tanah Air.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, Omnibus Law Cipta Kerja bertujuan untuk meningkatkan dan mengentaskan Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap. Alasannya undang-undang itu memberikan regulasi yang sederhana dan efisien.
“Menjadi negara yang efisien, memiliki regulasi yang simpel dan memberikan kesempatan kepada seluruh rakyat untuk bisa berusaha secara mudah,” katanya dalam Ekspo Profesi Keuangan secara virtual di Jakarta, Senin (12/10).
Menurut dia, dalam UU Ciptaker yang memasukkan perpajakan sebagai salah satu klaster, memberikan insentif agar Indonesia mampu meningkatkan produktivitas, kreativitas dan inovasi. “Karena kalau berbicara middle income trap, di situlah letaknya, efisiensi birokrasi, regulasi yang seharusnya disederhanakan,” imbuhnya.
Salah satu insentif perpajakan yang dimuat dalam RUU Ciptaker yang sudah disahkan DPR RI pada Senin (5/10) adalah pembebasan pajak penghasilan (PPh) atas dividen yang didapatkan dari dalam dan luar negeri. Dalam konferensi pers pada Rabu (7/10), Menkeu menjelaskan dividen yang berasal dari luar negeri oleh pemilik Indonesia akan dibebaskan dari pajak jika ditanamkan dalam bentuk investasi ke dalam negeri.
Adapun ketentuan dalam UU Ciptaker adalah dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan paling sedikit sebesar 30 persen dari laba setelah pajak. Kemudian, dividen dari badan usaha luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek harus diinvestasikan sesuai proporsi kepemilikan saham yang diinvestasikan di Indonesia kurang dari 30 persen dari jumlah laba setelah pajak di Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Menkeu juga menampik jika klaster perpajakan dalam UU Ciptaker itu dikatakan muncul begitu saja karena melalui pembahasan pemerintah dan DPR, yakni komisi dan badan legislasi. Ia menyebut, beberapa aturan dalam Omnibus Law Perpajakan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 terkait penanganan sistem keuangan dampak Covid-19.
Salah satunya, lanjut dia, terkait pajak penghasilan (PPh) badan yang diturunkan menjadi 22 persen dari 25 persen mulai 2020-2021. Selain itu, juga pajak pertambahan nilai (PPN) dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) khususnya penunjukan subjek pajak luar negeri (SPLN). Beberapa aturan yang tidak masuk dalam UU Nomor 2 tahun 2020, dimasukkan dalam Omnibus Law Cipta Kerja atau UU Ciptaker karena aturan ini juga untuk memberikan kemudahan dalam investasi.
Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saidiman Ahmad berpendapat UU Ciptaker sangat penting untuk peningkatan dan pemulihan ekonomi rakyat, terutama di masa pandemi Covid-19. "Menurut survei SMRC Juli 2020, ada 29 juta orang kena PHK pada masa tiga bulan pandemi. Harus ada instrumen untuk menyediakan lapangan kerja bagi begitu banyak orang. UU Ciptaker, menurutku, memberi peluang bagi pembukaan lapangan kerja yang banyak," kata Saidiman.
Semangat UU Ciptaker adalah untuk memberi peluang bagi publik secara luas terlibat dalam kegiatan ekonomi, maka ruh utama UU ini adalah mempermudah perizinan usaha. Alumnus Crawford School of Public Policy, Australian National University ini mengungkapkan, UU ini memiliki pendekatan berbasis risiko.
Jenis usaha dengan kategori risiko rendah dan menengah tidak perlu pakai izin yang rumit. Cukup usaha dengan kategori risiko tinggi saja yang harus melalui proses izin yang ketat.
"Bahkan usaha kecil dan mikro bukan hanya tidak perlu izin, proses pendaftarannya pun dibantu. Diberi keringanan. Mengurus sertifikat halal pun digratiskan. Diberi fasilitas dagang di rest area. Intinya usaha rakyat dimudahkan bahkan didukung," katanya.
Saidiman mengungkapkan, kondisi ekonomi Indonesia saat ini tidak bisa diatasi oleh pemerintah seorang diri. Bantuan sosial tidak akan cukup untuk menggerakkan roda perekonomian masyarakat.
"Publik perlu diberi ruang yang lapang agar mereka lebih mudah melakukan aktivitas ekonomi," jelas Saidiman. Terkait adanya penolakan, kata dia, hal itu lantaran adanya pemahaman yang kurang utuh atau parsial.
Selain itu, investasi banyak dipersepsi secara negatif bahwa orang luar akan masuk dan menguasai kekayaan Indonesia. "Padahal tanpa investasi, pembukaan lapangan kerja akan sulit terjadi. Dan jangan lupa, investasi di sini bukan hanya dari luar, tapi juga dari dalam negeri. Bahkan sebenarnya di UU Ciptaker, dukungan pada UMKM dan koperasi sangat besar. Jadi intinya, semua sektor pembukaan lapangan kerja dipermudah," ucap Saidiman Ahmad.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyebut UU Ciptaker adalah respons Pemerintah atas tuntutan masyarakat agar terciptanya lapangan kerja, perbaikan birokrasi, penyederhanaan regulasi, dan penciptaan iklim yang kondusif bagi investasi dan dunia usaha. Ma'ruf menjelaskan, selama ini penciptaan iklim kondusif bagi investasi dan dunia usaha terkendala oleh berbelit-belit serta tumpang-tindihnya aturan-aturan, sehingga birokrasi iklim investasi memerlukan waktu yang panjang. Kondisi ini pun berdampak pada terhambatnya perluasan lapangan pekerjaan.
"Karena itu, diperlukan pembenahan-pembenahan melalui UU yang baru yang lebih responsif, cepat dan memudahkan, untuk itulah dibuat Undang-Undang Cipta Kerja," ujar Ma'ruf.
Ma'ruf mengatakan, iklim yang tidak kondusif ini juga menyebabkan Indonesia kalah bersaing dengan negara lain seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, Kamboja dan lain-lain dalam hal kemudahan investasi yang mengakibatkan tersendatnya penciptaan lapangan kerja.
Karena itu, adanya UU ini juga diharapkan dapat menambah daya saing Indonesia dalam persaingan global. "UU tersebut diharapkan dapat menambah daya saing negara kita dalam persaingan global dan menjadi pertaruhan kredibilitas Indonesia di mata dunia, khususnya negara-negara mitra dagang dan investor global, sekaligus diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru," ujar Ma'ruf.
Namun demikian, ia memahami jika sebagian besar kalangan mempersoalkan substansi UU tersebut. Ma'ruf mengatakan, itu lantaran substansi yang dipersoalkan oleh berbagai kalangan terjadi karena mis-persepsi, dis-informasi, kesalah-pahaman atau disalah-pahamkan.
Setelah perbaikan draf RUU Ciptaker kini berjumlah 1.035 halaman. Draf tersebut, merupakan draf terkini setelah dirapikan, usai disahkan pada Senin (5/10) pekan lalu.
"Iya, itu yang dibahas terakhir yang 1.035 (halaman)," ujar Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar.
Bila dibandingkan, terdapat perbedaan sekira 130 halaman dengan draf RUU Ciptaker yang sempat berbedar. Sebelumnya sempat beredar draf RUU Ciptaker yang jumlahnya 905 halaman.
Indra mengatakan, perbedaan jumlah halaman itu terjadi karena draf terkini telah difinalisasi. Adapun finalisasi yang dirapikan diantaranya dalam hal format, tanda baca, dan teknis penulisan lainnya. Ia mengklaim tidak ada substansi yang diubah.
"Tidak ada (perubahan substansi). Itu hanya typo dan format. Kan format dirapikan kan jadinya spasi-spasinya kedorong semuanya halamannya," ujar dia.
Indra Iskandar juga tak membantah kebenaran substansi dari draf 905 halaman yang sebelumnya beredar. Draf tersebut, kata Indra merupakan draf yang disahkan DPR RI pada 5 Oktober 2020 lalu.
"Iya itu (905 halaman) kan yang paripurna basisnya itu, tapi kemudian itu kan formatnya kan masih format belum dirapikan. Setelah dirapikan spasinya, redaksinya segala macam itu yg disampaikan Pak Aziz itu (1035 halaman)," kata dia.
"Kemarin kan spasinya kan belum rata semua, hurufnya segala macam, nah sekarang sudah dirapikan," ujarnya kembali menjelaskan.