REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri resmi menahan dua tersangka kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Tommy Sumardi pada Rabu (14/10). Irjen Napoleon yang diduga menerima suap Rp7 miliar itu, sebelumnya sempat mengajukan praperadilan terhadap Polri namun ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Bareskrim Polri hari ini telah memanggil 2 tersangka atas nama NB (Napoleon Bonaparte) dan atas nama Tommy Sumardi. Saudara Tersangka NB tadi datang pukul 11.00 WIB dan langsung dilakukan upaya paksa berupa penahanan. Kemudian tersangka TS pada pukul 12.00 juga demikian datang dan selanjutnya dilakukan penahanan," Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Awi Setiyono, saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (14/10).
Menurut Awi, penahanan dua jenderal polisi itu, sebagai wujud Polri dalam pengungkapan kasus pencabutan red notice terpidana dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali tersebut. Mengingat sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 14 Agustus lalu, Napoleon tak kunjung ditahan, lantaran berkas perkara yang belum P21.
Ditambah, yang bersangkutan mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada September lalu dan kemudian ditolak oleh majelis hakim. Dalam kasus ini, Penyidik Bareskrim Polri menjerat kedua tersangka dengan pasal dugaan suap.
Disebutkan Napoleon menerima suap Rp7 miliar untuk menghapus status Djoko Tjandra dalam daftar buronan. Napoleon disangkakan Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 KUHP.
Sementara Prasetijo diduga membuat surat perjalanan palsu dan serangkaian surat kesehatan fiktif untuk Djoko Tjandra. Dengan surat itu Djoko Tjandra masuk ke Indonesia untuk mengurusi proses peninjauan kembali (PK) atas hukum yang menjeratnya. Atas perbuatannya, Prasetijo dikenakan tiga pasal berlapis, pertama Pasal 263 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana dan atau Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Juga diancam pasal 426 ayat (1) KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Dan, Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH.